Bos-Bos Bank BUMN Kompak Sebut Likuiditas Ketat

2 weeks ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank-bank BUMN menyampaikan bahwa kondisi likuiditas perbankan saat ini ketat. Kondisi tersebut tidak hanya dihadapi industri secara nasional, namun juga secara global dan menjadi tantangan bagi bank.

Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Darmawan Junaidi mengatakan pihaknya tengah melakukan langkah antisipasi untuk berbagai tantangan tersebut. Ini seiring dengan upaya bank pelat merah itu memproyeksikan pertumbuhan dan menyusun strategi bisnis pada 2025.

Darmawan mengatakan pihaknya juga menyoroti Purchase Managers' Index (PMI) Manufaktur PMI, yang menjadi gambaran rata-rata risiko terhadap faktor pendukung pertumbuhan, yang selama empat bulan berturut-turut tercatat negatif.

"Jadi, kami mengkhawatirkan risiko penurunan daya beli yang tumbuh besar, mungkin ini disebabkan terjadi lay off di berbagai usaha," ujar Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR, Rabu (13/11/2024).

Ia juga mengatakan kondisi likuiditas tetap ketat meski tren suku bunga acuan sudah menurun. Hal itu disebabkan oleh Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang tetap menawarkan imbal hasil atau yield tinggi, membuatnya menjadi instrumen yang lebih menarik dibandingkan dengan produk perbankan.

"Sehingga, saat ini tren penurunan suku bunga tidak langsung diikuti oleh reaksi pasar karena masyarakat sudah melihat ada channel yang ekspektasi yield lebih tinggi, suku bunga tren turun tapi secara agregat CoF [biaya dana] semua bank meningkat," jelas Darmawan.

Bank pelat merah lainnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menilai kondisi makro global saat ini membuat likuiditas baik di domestik dan di global tertekan. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menilai, perbankan akan menghadapi situasi yang tak mudah.

Terlebih dengan kemenangan Donald J. Trump di pemilihan presiden AS yang membayangi kebijakan tarif impor dan penurunan pajak, yang akan mendorong kenaikan inflasi serta menyulitkan The Fed untuk memangkas suku bunga lebih lanjut.

"Tadinya ekspektasi kita turun suku bunga akan agresif, tapi kelihatan tendensi turun bunga US dolar itu akan sulit untuk kita ekspektasi turun lebih tajam, sehingga tekanan likuiditas ini akan jadi beban yang cukup signifikan bagi perbankan ke depan untuk ekspansi di 2025," kata Royke dalam kesempatan yang sama.

Selain itu, ia mengatakan kebijakan deposito Bank Indonesia (BI) yang cukup tinggi berpengaruh pada pergerakan dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Suku bunga yang tinggi membuat DPK cenderung dialihkan dari perbankan ke instrumen-instrumen investasi pemerintah.

"Sehingga tekanan likuiditas ini masih akan cukup tinggi di rupiah," imbuh Royke.

Namun ia meyakini kebijakan ekonomi pemerintah sekarang ini bakal mengarah ke mendukung daya beli masyarakat, mengutamakan sektor pertanian, serta meningkatkan investasi. Dengan demikian, akan terjadi sinkroninasi antara moneter fiskal, memungkinkan kebijakan pemerintah dapat berjalan baik sesuai yang diharapkan.


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bank Mandiri Makin Solid, Kredit Tinggi Hingga NPL Terendah

Next Article Bankir Teriak Dampak Ngeri Suku Bunga Tinggi ke Industri Perbankan

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|