Dingo si Penyanyi, Simbol Berseminya Ekologi

1 month ago 17

Tembagapura, CNBC Indonesia - New Guinea Singing Dog kerabat karib Dingo, tiba-tiba melolong panjang. Suaranya tak begitu tinggi juga tak rendah, tapi nyaman di telinga.

Jika dianalogikan sebuah nada, lolongan Dingo yang berdenging 'Auuuuuu' yang panjang itu bak nada mayor, punya pesan ceria dan semangat. Hampir tak terdengar nada minor (sendu & sedih).

Pagi itu, sekitar pukul 8.45 Waktu Indonesia Timur (WIT), sekelompok anjing dengan nama latin Canis Lupus Hallstromi ini berjengkek-jengkek dan berlarian mengitari bekas area tambang Grasberg, bagian tengah Gunung Barisan Sudirman, di ketinggian 4.284 meter di atas permukaan laut (MDPL).

Sebagai anjing yang tinggal di dataran tinggi pegunungan, Dingo Si Penyanyi ini tak ganas. Sebaliknya, sekawanan anjing dengan rambut yang lebih tebal dibandingkan anjing liar lainnya ini justru punya sikap berkawan dan bisa hidup berdampingan dengan manusia.

Tentu ini bukan hal yang wajar bagi anjing yang hidup liar di atas pegunungan itu. Tapi, ingat lagi, seorang aktivis, penulis dan politisi Amerika Serikat (AS) Tom Hayden pernah bilang, "mereka (Anjing) memotivasi kita untuk bermain, menyayangi, mencari petualangan, dan setia."

Sedikit mengutip Wikipedia, ternyata Dingo Si Penyanyi ini merupakan anjing yang tidak bisa menggonggong. Bahkan, dia dikenal memiliki gaya bersuara 'yodel' (Bahasa Jerman: bentuk nyanyian yang melibatkan perubahan nada tinggi yang cepat dan berulang antara suara dada dengan falseto tinggi).

New Guinea Singing Dog (NGSD) atau Dingo si Penyanyi di area bekas tambang terbuka Grasberg, Timika, Papua milik Freeport Indonesia. (CNBC Indonesia/Pratama Guitarra)Foto: (CNBC Indonesia/Pratama Guitarra)
New Guinea Singing Dog (NGSD) atau Dingo si Penyanyi di area bekas tambang terbuka Grasberg, Timika, Papua milik Freeport Indonesia. (CNBC Indonesia/Pratama Guitarra)

Adapun Dingo si penyanyi ini dinilai Canidae--keluarga dalam ordo carnivora paling langka di Dunia, bahkan dianggap warga sekitaran Papua sebagai anjing yang telah punah. 

Nah, kemunculan sekawanan Dingo Si Penyanyi di area bekas tambang Grasberg ini tentunya ada sebab. Rupanya, kehadiran Dingo menjadi simbol berseminya lingkungan di sekitar bekas tambang milik PT Freeport Indonesia (PTFI) yang berlokasi di Tembagapura, Timika, Papua itu.

Kehadiran Dingo dinilai sebagai sinyal ekologi lingkungan dalam kondisi yang baik dan terus dijaga kelestariannya.

"Keberadaan Dingo itu sebagai penanda bahwa ekologi di Grasberg dalam kualitas yang baik," kata Manager Grasberg Surface Mine Engineering PT Freeport Indonesia, Sena Indra Wiraguna di Tembagapura, Rabu (11/12/2024).

Dalam pengamatan Freeport Indonesia, sejak tahun 2022 Dingo Si Penyanyi mencapai lebih dari 40 individu.

Asal tahu saja, Tambang Grasberg resmi berhenti beroperasi sejak April 2020. Atas itu, Freeport Indonesia memiliki komitmen untuk melakukan reklamasi pasca operasi produksi di tambang yang sudah beroperasi selama 30 tahun atau sejak tahun 1990.

Reklamasi adalah menata, memulihkan, memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

Ditargetkan, reklamasi pasca operasi itu bisa sampai 920 hektare (ha) hingga tahun 2041. Nah, sampai pada tahun ini, reklamasi sudah mencapai sekitar 60%-an atau 570 hektare. Adapun biaya reklamasi yang disiapkan mencapai US$ 200 ribu per hektare.

Sebagai gambaran, selama 30 tahun beroperasi, Tambang Grasberg telah menghasilkan bijih konsentrat mencapai 1,4 miliar ton dan 3,4 miliar overburden removal.


(pgr/pgr)

Saksikan video di bawah ini:

Video:Ex Menkeu Soal RI: Ekonomi Lesu, Utang Besar, Tambang Salah Urus

Next Article Bos MIND ID: 98% Jabatan Strategis di Freeport Diduduki Putra-Putri RI

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|