Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah kapal perang Israel, Sa'ar, dilaporkan melintasi Terusan Suez, akhir pekan. Hal ini terjadi saat Israel masih terus berperang di Gaza Palestina, Lebanon serta dengan sejumlah milisi dukungan Iran di wilayah Timur Tengah.
Mengutip Roya News, Sa'ar tertangkap kamera tengah berlayar melalui terusan tersebut sambil mengibarkan bendera Israel dan Mesir. Belum jelas tujuan pasti pelayaran kapal perang tipe Korvet tersebut.
Hal ini sendiri memicu kontroversi pada saat sentimen anti-Israel meningkat atas perang di Gaza. Banyak pengguna media sosial mengkritik apa yang mereka lihat sebagai kurangnya tindakan hukuman terhadap Israel dalam menanggapi perang itu.
Pernyataan tersebut akhirnya memaksa Otoritas Terusan Suez Mesir mengeluarkan pernyataan resmi pada Minggu. Mereka menyebut semua kapal, baik komersial maupun militer, memiliki hak untuk melintasi jalur perairan itu dengan bebas.
"Otoritas Terusan Suez menekankan komitmennya terhadap penerapan perjanjian internasional yang menjamin jalur bebas bagi kapal yang melintasi Terusan Suez, baik kapal komersial maupun militer, tanpa memandang kewarganegaraan mereka," kata pernyataan tersebut sebagaimana dikutip National News, yang menurut mereka merupakan tanggapan atas 'pertanyaan di media sosial'.
Pernyataan tersebut merujuk pada Konvensi Konstantinopel tahun 1888 yang diakui secara internasional, yang ketentuan-ketentuannya masih mengatur aturan Terusan Suez. Klausul pertama konvensi tersebut menyatakan bahwa jalur perairan tersebut 'harus selalu bebas dan bebas dari perdagangan atau perang, tanpa pembedaan bendera'.
Akibatnya, pihak-pihak tinggi yang berkontrak sepakat untuk tidak dengan cara apa pun mengganggu penggunaan Terusan secara bebas, baik di masa perang maupun di masa damai. Terusan tersebut juga tidak akan pernah tunduk pada pelaksanaan hak blokade.
Mesir menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1979, dan menjadi negara Arab pertama yang melakukannya, setelah kedua negara tersebut terlibat dalam empat perang besar antara tahun 1948 dan 1973. Hubungan kedua negara semakin tegang sejak perang Gaza pecah tahun lalu.
Meski begitu, muncul juga klaim bahwa Mesir membantu Israel dalam perang di Gaza, tempat lebih dari 43.300 warga Palestina telah tewas sejak Oktober tahun lalu. Pernyataan itu menyusul laporan media bahwa pelabuhan Mediterania Mesir di Alexandria menerima kiriman bahan peledak yang ditujukan untuk Israel.
"Angkatan Bersenjata Mesir dengan tegas membantah apa yang telah disebarkan di media sosial dan akun-akun mencurigakan dan apa yang dipromosikan tentang membantu Israel dalam operasi militernya secara umum dan terperinci," kata militer Mesir dalam sebuah pernyataan.
Pernyataan itu dikeluarkan sehari setelah kelompok pro-Palestina mengajukan banding ke pengadilan di Berlin untuk memblokir pengiriman bahan peledak kelas militer seberat 150 ton di kapal kargo Jerman MV Kathrin Menurut kelompok itu. Ini ditujukan untuk kontraktor pertahanan terbesar Israel, Elbit Systems.
Data Bursa Efek London dan situs web pelacakan kapal Marine Traffic menunjukkan MV Kathrin berlabuh di Alexandria, Mesir, pada Senin pekan lalu.
"Bahan peledak tersebut dapat digunakan dalam amunisi untuk perang Israel di Gaza, yang berpotensi berkontribusi terhadap dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan," ujar sejumlah kelompok pro-Palestina.
"Karena bahan peledak tersebut ditujukan untuk Israel, MV Kathrin ditolak masuk di beberapa pelabuhan Afrika dan Eropa, termasuk di Angola, Slovenia, Montenegro, dan Malta."
Pada hari Kamis, Kementerian Transportasi Mesir mengatakan kapal itu berlabuh di Alexandria untuk membongkar kiriman untuk Mesir Kementerian Produksi Militer, Kairo juga mengatakan bahwa kapal tersebut telah mengajukan permintaan resmi untuk berangkat ke Turki.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Mesir Larang Penerbangan Melintasi Langit Iran
Next Article Jemaah Haji Meninggal Dunia Tembus 1.100, Negara Ini Tuntut Pihak Agen