Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam lima tahun terakhir, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah melakukan sejumlah gebrakan. Di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir, perusahaan pelat merah melakukan restrukturisasi bisnis melalui pembentukan holding, klasterisasi, hingga merger.
Hasilnya, kinerja BUMN semakin gemilang di saat jumlahnya menyusut. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi BUMN, sebanyak 65 perusahaan BUMN mencetak laba Rp327 triliun pada akhir tahun 2023.
Perolehan tersebut melejit sekitar 2.415% dari Rp13 triliun pada 2020. Sementara itu, jumlah BUMN terus menurun, sebelumnya ada sebanyak 107 di tahun 2020.
Hal ini juga turut mendorong total aset perusahaan pelat merah mencapai sekitar US$680 miliar atau Rp10.400 triliun lebih per Desember 2023. Nilai aset itu disebut melampaui BUMN asal Singapura, Temasek Holdings Limited, yang tercatat memiliki nilai portofolio bersih yang mencakup investasi, aset, dan liabilitas sebesar US$382 miliar pada 2023.
Ekonom senior Fauzi Ichsan mengatakan bahwa holdingisasi meningkatkan leverage perusahaan-perusahaan pelat merah berskala kecil. Selain itu perusahaan induk bisa menerapkan ke anak-anak perusahaannya beberapa langkah efisiensi yang dapat memangkas biaya dan mendongkrak penerimaan.
Satu di antaranya adalah menerapkan standar keuangan internasional kepada seluruh anggota holding. Hal ini penting bagi direksi dan komisaris, sehingga dapat mengambil kebijakan strategis yang tepat.
Kedua, pengadaan shared services, seperti layanan IT dan pengadaan gedung, yang jika diadakan secara individu oleh anak-anak perusahaan berbiaya mahal. Akan tetapi, holdingisasi memberi economies of scale dalam memangkas biaya.
Soal efisiensi telah dirasakan oleh PT Pertamina (Persero). Restrukturisasi di BUMN migas ini telah menghasilkan struktur korporasi yang lebih padat, sehingga span of control dan pengelolaan anak perusahaan yang dilakukan perusahaan menjadi lebih optimal.
Pada tingkat holding, pasca-restrukturisasi organisasi yang sebelumnya 11 direktorat, saat ini hanya enam direktorat, sehingga organisasi lebih lean dan pengambilan keputusan lebih cepat dan efisien.
Lalu ketiga, negosiasi kolektif, misalnya dalam penempatan dana perusahaan, semakin besar jumlah deposito, semakin tinggi bunga bank yang ditawarkan, dan juga restrukturisasi kontrak yang merugikan yang membutuhkan persetujuan counter-parties atau pihak luar.
Hal ini sebagaimana yang dirasakan oleh Holding Perkebunan Nusantara PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN. Setelah transformasi, kinerja PTPN sudah sejajar dengan perusahaan Astra Agro Lestari, Salim Ivomas Pratama, dan Sampoerna Agro.
Keempat, eksplorasi ekosistem BUMN. Masing-masing sektor BUMN itu sendiri bisa menjadi pasar yang menjanjikan bagi konglomerasi BUMN. Seperti yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai induk Holding Ultra Mikro bersama PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sebagai anggota.
Holding Ultra Mikro (UMi) BRI Group mencatat menjangkau 176 juta nasabah simpanan dan 36,1 juta nasabah pinjaman per 13 September 2024. Total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp622,3 triliun sejak berdiri tiga tahun lalu atau sejak 13 September 2021.
Saat ini, ekosistem UMi telah memberikan layanan kepada 36,1 juta nasabah pinjaman, yang terdiri dari 13,4 juta debitur mikro BRI, 15 juta debitur wanita PNM, dan 7,7 juta debitur Pegadaian. Di sisi simpanan, ekosistem UMi telah melayani 176 juta nasabah dengan total simpanan mencapai Rp313,9 triliun.
Selain tabungan dan pinjaman, ekosistem UMi juga menawarkan layanan lainnya, seperti 15,2 juta polis asuransi mikro, 3,1 juta nasabah tabungan emas, dan 35,2 juta pengguna aplikasi super BRImo. Untuk memudahkan akses layanan, UMi juga mengembangkan co-location Sentra Layanan Ultra Mikro (Senyum) di 1.025 lokasi, yang mengintegrasikan layanan BRI, Pegadaian, dan PNM dalam satu tempat.
Fauzi melanjutkan, dampak holdingisasi kelima adalah langkah konsolidasi yang memperkuat neraca terkonsolidasi sehingga induk perusahaan bisa menggalang dana lebih murah dibanding masing-masing anak perusahaan, dana yg bisa disuntik ke anak perusahaan yang misalnya sedang bermasalah.
Selain itu, beberapa isu seperti public service obligation, tarif atau premi yang harus diterapkan di bawah biaya atau harga ekonomi, serta masalah legacy bahkan solvency yang berlarut-larut yang hanya bisa diselesaikan oleh Pemerintah, merupakan beberapa dari banyak faktor yang bisa membatasi pertumbuhan bisnis BUMN. "Dampak dari faktor-faktor ini, bisa dikurangi melalui efisiensi dan restrukturisasi yang dapat direalisasikan melalui holdingisasi," pungkasnya.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Peran MIND ID Dorong Implementasi Bisnis Tambang Berkelanjutan
Next Article Holdingisasi Bikin Kontribusi BUMN ke Negara Makin Besar