Industri Pinjol Happy Sosmed dan Tagihan Listrik Jadi Indikator Kredit

1 month ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyambut baik kehadiran pemeringkat kredit alternatif (PKA) yang regulasinya diharapkan dapat keluar pada akhir tahun ini. PKA atau Initiative Credit Scoring (ICS), merupakan komplementer atas indikator penilaian kredit lembaga pembiayaan.

Adapun data-data yang disediakan PKA, dapat berasal dari kegiatan calon peminjam, antara lain catatan pembayaran utilitas seperti tagihan listrik, telepon, apartemen, dan lain-lain. Termasuk juga, kegiatan calon debitur itu di sosial media.

Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI Kuseryansyah menilai keberadaan PKA ini tidak akan mempersulit kriteria penyaluran pembiayaan, tapi malah memperluas segmentasi nasabah industri fintech peer to peer (p2p) lending atau pinjaman online (pinjol).

Ia menerangkan industri pinjol selama ini menggunakan fintech data center dalam melakukan penilaian terhadap calon debiturnya. Kus mengatakan keberadaan PKA bakal memperkuat penilaian pada calon peminjam yang berasal dari latar belakang yang berbeda.

"Ada jenis-jenis customer, jenis-jenis masyarakat, segmentasi, yang mungkin dicek dari perilaku berlangganan listrik, dan berlangganan teleponnya sudah cukup. Kalau pinjamnya nggak gede-gede banget, mungkin cukup, kan," kata Kus yang merupakan CEO 360Kredi saat ditemui di Mall Kota Kasablanka, Selasa (12/11/2024).

"Tapi kalau pinjamannya besar, tenornya panjang, tentu analisanya lebih komplikatif. Berbagai data diperlukan, data dari SLIK, data dari non-SLIK, data dari Initiative Credit Scoring, itu diperlukan."

Kus mengatakan pemain fintech p2p lending akan semakin senang dengan semakin banyaknya juga data analisis calon peminjam yang tersedia.

"Prinsipnya gini, dunia pinjam-meminjam itu semakin happy kalau data yang tersedia untuk melakukan analisa semakin banyak. Kita semakin senang. Kemampuan kita untuk memotret seorang calon peminjam itu semakin komprehensif," pungkasnya.

Ia melanjutkan, dengan semakin banyaknya data peminjam yang tersedia, risikonya dapat terukur. Sehingga, pemain fintech p2p lending bisa memilih profil risiko nasabah yang ingin digarap.

"Risikonya semakin terukur, semakin terkalkulasi, dan kita jadi bisa memutuskan. Platform itu tinggal memutuskan, mau main di segmen yang mana. Mau main di segmen yang risiko tinggi, main di segmen yang risiko tengah, atau risiko yang kecil, itu tinggal kita pilih. Karena pada dasarnya setiap orang, kalau kita cek datanya, itu ada potret tentang berapa scoringpnya. Berapa skor dari seorang itu," ujar Kus.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menyampaikan penyusunan regulasi untuk penyelenggaraan PKA dalam tahap final dan sudah didorong untuk harmonisasi. Ia mengharapkan peraturan OJK (POJK) tersebut dapat terbit sebulan dari sekarang atau akhir tahun nanti.

Hasan mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada 4 penyelenggara ICS yang sudah lulus regulatory sandbox dan sudah terdaftar. Di pipeline, ada 10 calon penyelenggara ICS dalam regulatory sandbox untuk persetujuan perizinan.

Hasan mengatakan saat peraturan perizinan dari OJK untuk PKA sudah terbit, para penyelenggara ICS bakal sama seperti Penyelenggara Usaha Jasa Keuangan (PUJK).


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Tak Mau Kasus Investree Rugikan Industri, AFPI Lakukan Ini

Next Article OJK Buka-bukaan Alasan Sanksi 69 Pinjol Nakal

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|