Jakarta, CNBC Indonesia - Ketakutan Presiden RI 2019-2024 Joko Widodo menjelang akhir masa jabatannya kembali terlihat. Dana pihak ketiga (DPK) perbankan kembali tumbuh melambat hingga Agustus 2024.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada akhir 2023 Jokowi sempat mengutarakan kekhawatirannya terhadap peredaran uang yang makin kering, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 5%.
Jokowi menilai masalah tersebut muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI menerbitkan terlalu banyak instrumen, yakni Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).
"Jangan semuanya ramai membeli yang tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN meski boleh-boleh saja tapi agar sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun yang lalu," ujar Jokowi di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta.
Adapun pertumbuhan DPK paling mini sepanjang 2024 terjadi pada Februari, yakni 5,66% yoy. Setelah itu, DPK perbankan merangkak naik hingga akhirnya pada Mei menyentuh 8,63% yoy.
Akan tetapi pada Juni–Agustus 2024, pertumbuhan DPK terpantau melambat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat DPK tumbuh 8,45% yoy per Juni, 7,72% yoy per Juli 2024, dan 7,01% yoy per Agustus 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae sempat mengatakan bahwa pertumbuhan simpanan bank yang melambat itu utamanya pada deposito, yang juga dipengaruhi oleh banyaknya alternatif instrumen penempatan dana.
Terpisah, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) Nixon Napitupulu mengatakan bahwa likuiditas masih tersedia di pasar, namun mahal akibat dampak dari suku bunga tinggi.
"Likuiditas aman, likuiditas no issue. Cuma masalah kan harganya. Jadi kalau tanya 'Likuiditas ketat nggak?' Definisi ketat itu kan pesannya nggak ada. Likuiditas ada, tapi harganya naik. Itu yang terjadi Jadi lo beli pakaian, pakaian ada nggak? Ada, tapi harganya naik," kata Nixon di Perumahan Pesona Kahuripan 9, Kabupaten Bogor, dikutip Minggu (20/10/2024).
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Strategi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Sigit Prastowo mengatakan likuiditas tetap menjadi concern utama bank pelat merah itu untuk semester II-2024. Ia mendasari itu dari rasio pinjaman terhadap simpanan bank BUMN yang mengalami tren kenaikan.
Ia melanjutkan, permintaan kredit pun cukup tinggi. Namun, itu tidak diimbangi dengan pertumbuhan simpanan atau dana pihak ketiga yang tinggi.
"Terus kedua, di sisi pertumbuhan atau demand kreditnya cukup tinggi. Jadi memang secara umum, kalau secara industri pertumbuhan kreditnya itu lebih tinggi dari pertumbuhan funding-nya. Loan kan secara nasional tumbuhnya kira-kira 11%-12%, funding-nya tumbuhnya 7%-8%. Otomatis ini akan dorong kenaikan LDR secara keseluruhan. Sehingga bisa dibilang liquidity ini tetap akan menjadi concern," ujar Sigit di Mandiri Corporate University, Selasa (30/7/2024) lalu.
Namun, dia mengatakan memiliki harapan sebab pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) telah membaik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat DPK tumbuh 0,27% mtm atau meningkat 8,45% yoy menjadi Rp8.722 triliun per Juni 2024. Akan tetapi, itu menurun tipis dari setahun sebelumnya, yakni 8,63% yoy pada Juni 2023.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia PerryWarjiyo mengatakan bahwa likuiditas perbankan lebih dari cukup untuk mendukung penyaluran kredit. Satu indikator adalah rasio alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) per September sebesar 25,4%, lebih tinggi darirerata tahun-tahun sebelumnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya AL/DPK lebih kurang sekitar 15%. "Dari sisi makroprudensial juga kami pastikan bahwa likuiditas di perbankan secara keseluruhan adalah lebih dari cukup," katanya.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: DPK Bank Syariah Tumbuh Lebih Kencang Dibanding Konvensional
Next Article Bank RI Tiba-tiba Kebanjiran Uang, Ini Buktinya!