Jakarta, CNBC Indonesia - Bank raksasa Inggris HSBC terkena dampak dari krisis properti yang melanda Tiongkok.
Eksposur HSBC terhadap pinjaman properti komersial yang gagal bayar di Hong Kong melonjak hampir enam kali lipat menjadi lebih dari US$3 miliar (Rp46,91 triliun) pada paruh pertama tahun ini. Ini menunjukkan risiko besar yang dihadapi HSBC tersebut dari kemerosotan pasar real estat di wilayah Tiongkok tersebut.
Mengutip Financial Times, bank yang berkantor pusat di London tersebut memiliki US$3,2 miliar (Rp50,03 triliun) dalam bentuk pinjaman real estat komersial yang "terganggu kreditnya" kepada klien Hong Kong per 30 Juni. Jumlah itu naik dari hanya US$576 juta enam bulan sebelumnya, menurut laporan keuangannya untuk paruh pertama tahun ini.
Hong Kong merupakan pasar terbesar HSBC untuk pinjaman real estat komersial, yang mencakup 45% dari keseluruhan portofolionya, dibandingkan dengan 18% untuk Inggris. Total pinjaman real estat komersial global bank tersebut adalah US$79 miliar (Rp123,53 triliun) per Juni.
Pinjaman senilai US$3,2 miliar yang terganggu kredit tersebut merupakan 9% dari total pinjaman real estat komersial HSBC di Hong Kong
Meningkatnya gagal bayar merupakan tanda bagaimana penurunan properti komersial di Hong Kong, pusat keuangan yang selama bertahun-tahun telah menjadi salah satu pasar real estat termahal di dunia, telah mulai menghantam bank.
Menurut penasihat properti komersial Cushman & Wakefield, sewa kantor utama telah turun lebih dari 35% sejak 2020. Sementara, kepala pemeringkatan bank Asia Utara di Fitch David Wong mengatakan bank telah berada di bawah tekanan selama beberapa tahun atas eksposur mereka ke pasar properti Daerah Utama Tiongkok. Maka, fokus sekarang beralih ke Hong Kong.
"Kami jauh lebih nyaman mengatakan bahwa telah ada batas yang ditarik di bawah [eksposur bank ke] real estat komersial Tiongkok, dibandingkan Hong Kong," kata Wong dikutip dari Financial Times, Rabu (23/10/2024).
"Saya rasa kita belum melihat titik terendah."
Georges Elhedery, yang menjadi kepala eksekutif HSBC pada bulan September, mengatakan dalam panggilan telepon dengan para analis pada awal Agustus ketika ia menjabat sebagai kepala keuangan bahwa pinjaman tersebut "semuanya berjalan lancar" meskipun "sejumlah besar" digolongkan sebagai kredit bermasalah.
Namun, bank tersebut mengatakan "peminjam tertentu telah meminta penangguhan pembayaran untuk mengakomodasi tantangan kemampuan membayar utang" dalam laporan keuangannya untuk paruh pertama tahun ini, yang diterbitkan pada tanggal 31 Juli. HSBC mengatakan kepada Financial Times minggu ini bahwa "banyak" peminjam masih membayar bunga.
Seorang juru bicara bank menolak memberikan angka tentang berapa banyak peminjam yang membayar bunga atau memberikan rincian lebih lanjut tentang komentar Elhedery.
Sama dengan HSBC, bank asal Inggris lainnya Standard Chartered memiliki lebih banyak eksposur terhadap pinjaman properti komersial di Hong Kong daripada wilayah lain mana pun. Bank itu melaporkan peningkatan proporsi peminjam dengan peringkat lebih rendah dalam pendapatan terbarunya. Meskipun tidak menandai pinjaman apa pun sebagai kredit bermasalah.
Standard Chartered mengatakan pada bulan Juli bahwa mereka telah memangkas eksposur tanpa jaminan terhadap peminjam real estat komersial Hong Kong sebesar 19% sejak akhir tahun 2022.
Adapun suku bunga yang lebih tinggi telah membuat para debitur Hong Kong berada di bawah tekanan pada saat permintaan untuk ruang kantor dan ritel telah turun, dengan perlambatan ekonomi Tiongkok dan tindakan keras keamanan nasional Beijing yang memukul kepercayaan investor internasional.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: PMI Manufaktur China Terkontraksi 5 Bulan Beruntun
Next Article Duh! Adidas Tersangkut Skandal, Pegawai di China Gelapkan Jutaan Dolar