Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Dirjen Pajak di era Presiden Megawati hingga Presiden SBY, Hadi Poernomo mengusulkan sistem perpajakan berbasis sistem monitoring self-assessment untuk mendongkrak penerimaan negara sekaligus membongkar potensi underground economy.
Hadi mengatakan dengan sistem yang disebutnya sebagai 'CCTV penerimaan negara' ini, seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan.
"Jadi manfaat transparansi itu adalah satu, orang pajak tidak mungkin berbuat semena-mena. Tidak mungkin berburu di kebun binatang. Dan juga manfaatnya lain, tax ratio naik, tax rate turun," papar Hadi dalam Podcast Cuap-Cuap Cuan, CNBC Indonesia, dikutip Jumat (13/12/2024).
Hadi menjelaskan sistem monitoring self-assessment dirancang untuk menghimpun data dari berbagai sumber yang akan disatukan dengan konsep berbasis link and match, sehingga negara mampu menguji SPT Wajib Pajak serta memungkinkan pemetaan penerimaan negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang bersifat legal maupun ilegal.
"Definisinya sederhana. Semua pihak Indonesia wajib membuka dan menyambung sistemnya ke pajak. Jadi sistem penerimaan negara berbasis link and match yang mewajibkan semua kementerian, lembaga, badan, Pemda, asosiasi, dan pihak-pihak lain yang terkait untuk membuka dan menyambung elektronik sistemnya ke pajak," paparnya.
Dalam sistem ini, semua data warga negara Indonesia baik transaksi di dalam dan luar negeri bisa dilacak. Bahkan, data keuangan di Lembaga Jasa Keuangan (LJK) terbuka untuk pajak. Ini sifatnya wajib.
"Tambah lagi, saldo rekening akhir tahun yang ada di lembaga jasa keuangan (LJK), dan lembaga jasa keuangan lainnya wajib diserahkan ke pajak. Bukan dapat, wajib," tegasnya.
"Mereka harus menyetor data itu. Wajib. By automatically, Namanya digitalisasi," katanya. Hadi yakin dengan sistem CCTV penerimaan negara ini, kepatuhan wajib pajak bisa meningkat. Pasalnya, pemeriksaan pajak WP dapat dilakukan dengan cepat.
Tidak hanya, petugas pajak dan wajib pajak tidak akan bertemu sehingga mengurangi 'kongkalikong' atau moral hazard. Pengusaha pun nyaman karena tidak diganggu oleh petugas pajak, karena pengisian SPT lengkap dan jumlah pajaknya benar.
"Sehingga bagi pengusaha, bagi wajib pajak seluruh Indonesia, ada kepastian hukum. Tidurnya nyenyak," katanya.
CCTV penerimaan negara ini sudah disampaikan kepada presiden pada tahun 2004. Dia mengaku Ditjen Pajak menyerahkan desain sistem ini pada 25 Januari 2004. Artinya, presiden yang menjabat saat itu adalah Megawati. Saat itu, sistemnya dinamakan dengan Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak.
Sistem ini adalah permintaan dari OECD dan Indonesia meratifikasinya bersama 135 negara. Dia yakin dengan sistem CCTV ini, rasio pajak bisa naik 1-2% dan penerimaan pajak bisa meningkat Rp 250 triliun hingga Rp 500 triliun.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Balada Kenaikan PPN 12%, Diprotes Massal, Hingga Mau Ditunda
Next Article Warga RI yang Bisa Tak Lapor SPT, Begini Syaratnya!