Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menguat tajam hingga hampir menyentuh level Rp 15.450/US$ pada perdagangan Jumat (18/10/2024).
Berdasarkan data Refinitiv, kurs rupiah bergerak ke level Rp 15.460/US$ per pukul 10.35 WIB, atau menguat sebesar 0,19% dibanding level pembukaan perdagangan pagi tadi di level Rp 15.500/US$.
Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray menjelaskan, salah satu faktor yang membuat penguatan kurs rupiah itu ialah sentimen pelaku pasar keuangan terhadap isi kabinet Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
"Moment pelantikan presiden terpilih Prabowo dan juga pemilihan formasi kabinet keuangan membuat pasar menyambut dengan positive," kata Ralph dikutip Jumat (18/10/2024).
Ia bahkan optimistis kurs rupiah akan semakin menguat setelah 20 Oktober 2024. Setelah pelaku pasar keuangan mendapatkan sususnan resmi Kabinet Prabowo.
Meski begitu, ia mengingatkan, dari sisi eksterna ada faktor negatif yang bisa membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berbalik arah. Khususnya makin panasnya perang di Timur Tengah hingga
"Harapan tidak akan terjadi hal-hal yang negative dari situasi geopolitik di Timur Tengah, sehingga pasar keuangan domestik akan menyambut baik pemerintahan baru yang terbentuk di minggu yang akan datang," tegasnya.
Pandangan serupa disampaikan oleh Ekonom Indo Premier Sekuritas, Luthfi Ridho. Namun, ia lebih memberikan penekanan terhadap tren minimnya permintaan dolar di dalam negeri beberapa hari terakhir hingga membuat kurs rupiah mampu menguat ke level saat ini.
"Demand US dolar di onshore sedang rendah karena belum masuk siklus import BBM, dan repatriasi dividen maupun bayar utang luar negeri," tegasnya.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti sebelumnya juga telah menekankan bahwa sebetulnya tren penguatan rupiah harusnya terjadi saat ini, mempertimbangkan faktor fundamental ekonomi Indonesia yang kuat.
"Trennya mestinya penguatan, karena fundamental rupiah itu mengarah pada penguatan," ungkap Destry.
Namun, konflik di Timur Tengah menurutnya menjadi salah satu faktor utama yang memberikan sentimen negatif terhadap pelaku pasar keuangan. Khususnya perang di Timur Tengah yang semakin memanas, setelah Israel berhadapan dengan Hamas dan Hizbullah di wilayah Gaza dan Lebanon.
"Geopolitik akibatkan sentimen ini," tegas Destry.
BI, kata Destry akan selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental. "Oleh karena itu strategi BI selama ini kita kenal triple intervention kita jalankan di spot, DNDF dan SBN," jelasnya.
BI juga memiliki instrumen lain untuk menarik dana asing ke dalam negeri, antara lain SRBI, SVBI dan SUVBI. Hingga 14 Oktober 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp934,87 triliun, 3,38 miliar dolar AS, dan 424 juta dolar AS.
"BI terus mensosialisasikan penggunaan LCT yang sekarang 4 negara, dan akan tambah India dan Korea Selatan," terangnya.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ketidakpastian Tinggi, Yakin CCP Bisa Bantu BI Amankan Rupiah?
Next Article Terkuak, Ini Penyebab Rupiah Keok di Rp16.280 Lawan Dolar