Jakarta, CNBC Indonesia - PT Sri Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) akan mengajukan kasasi atas putusan pailit Pengadilan Niaga Semarang.
GM HRD Sritex Group Haryo Ngadiyono menyatakan belum akan melakukan pemutusan hubungan kerja usai adanya putusan pailit tersebut.
"Hari ini sudah melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung. Tentu kita menjelaskan kondisi masih berjalan normal, karyawan yang masih aktif bekerja sekian puluh ribu, kalau tiba-tiba ini harus pailit dan tutup, sekira puluh ribu karyawan ini kalau beserta keluarga mungkin mencapai ratusan ribu orang yang bernaung pada perusahaan Sritex ini," ucapnya di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, dikutip dari detik.com, Jumat (25/10/2024).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil Sritex dan tiga anak usahanya pailit.
Hal ini tertuang dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Dalam putusan tersebut, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," mengutip petitum melalui SIPP PN Semarang, Kamis (24/10/2024).
Selain itu, pengadilan juga menyatakan batal Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).
Juru bicara PN Semarang Haruno Patriadi mengatakan bahwa pengadilan memberikan waktu delapan hari bagi Sritex untuk mengajukan kasasi terkait putusan pailit tersebut.
Adapun Sritex dinyatakan palilit setelah terlilit masalah utang dalam beberapa tahun terakhir. Hingga akhir tahun lalu, secara rinci kewajiban jangka pendek Sritex tercatat US$ 113,02 juta, dengan US$ 11 juta di antaranya merupakan utang bank jangka pendek ke Bank Central Asia (BBCA). Sementara itu, dari US$ 1,49 miliar kewajiban jangka panjang, sebesar US$ 858,05 juta merupakan utang bank.
Mayoritas utang bank jangka panjang merupakan utang eks sindikasi (Citigroup, DBS, HSBC dan Shanghai Bank) senilai US$ 330 juta. Selain itu BCA, Bank QNB Indonesia, Citibank Indonesia, Bank BJB dan Mizuho Indonesia tercatat menjadi kreditur terbesar dengan besaran kewajiban SRIL masing-masing lebih dari US$ 30 juta. Selain 5 yang telah disebutkan, perusahaan juga memiliki utang pada 19 pihak bank lain yang mayoritas merupakan bank asing atau bank swasta milik asing.
Dalam keterbukaan informasi terbaru, perusahaan tekstil ini menyampaikan utang yang semakin membengkak dan juga status karyawan yang dirumahkan.
Adapun rincian utang usaha yang dimaksud adalah belum jatuh tempo per 31 Maret 2024 senilai US$ 31,67 juta, naik US$ 8,7 juta dibandingkan dengan posisi Desember 2023.
Kemudian utang yang jatuh tempo dalam 30 hari naik US$ 630.000. Lalu 31-90 hari naik US$ 1,2 juta dan 91-180 hari naik US$ 468.000.
Selain itu, SRIL juga telah melakukan restrukturisasi surat utang jangka pendek (MTN) yang awalnya jatuh tempo 18 Mei 2021 menjadi 29 Agustus 2027. "Dikarenakan masalah kas, perusahaan mengajukan relaksasi terhadap pembayaran pokok dan bunga MTN," tulis manajemen SRIL.
Kesulitan keuangan tersebut akhirnya memaksa Sritex untuk melakukan efisiensi. Sepanjang tahun lalu perusahaan telah memangkas 2.232 karyawan dari semula 16.370 karyawan di akhir 2022 hingga tersisa 14.138 karyawan akhir tahun lalu.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menakar Dampak Pemilu Amerika Serikat ke Pasar RI
Next Article Masalah Sritex (SRIL) Numpuk, Utang Bengkak & Karyawan Dirumahkan