Umur Sritex (SRIL) di Bursa Efek Indonesia di Ujung Tanduk

2 weeks ago 13

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex terancam didepak atau delisting dari bursa usai emiten tersebut dinyatakan pailit.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihakny telah melakukan Penghentian Sementara Perdagangan Efek SRIL di Seluruh Pasar sejak tanggal 18 Mei 2021 hingga sampai saat ini karena adanya Penundaan Pembayaran Pokok dan Bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6.

Sementara bila melihat ketentuan III.1 Peraturan Bursa I-N, delisting atas suatu saham dapat terjadi karena perusahaan tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Delisting juga bisa dilakukan bila saham perusahaan tercatat telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler dan pasar tunai, dan/atau di seluruh pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.

"Dengan demikian SRIL telah memenuhi kriteria untuk dilakukan delisting karena supensi atas efek SRIL telah mencapai 42 bulan," ungkap Nyoman kepada wartawan pada Kamis, (24/10/2024).

Sehubungan dengan pemberitaan mengenai putusan pailit SRIL, Bursa juga telah menyampaikan permintaan penjelasan dan mengingatkan SRIL untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai tindak lanjut dan rencana perseroan terhadap putusan pailit.

Bursa juga telah mengenakan notasi khusus dan penempatan pada Papan Pemantauan terhadap SRIL. Hal ini diharapkan bisa menjadi awareness awal bagi investor atas potensi adanya permasalahan pada perusahaan tercatat.

Dalam melakukan pemantauan terhadap SRIL, Bursa telah melakukan pengumuman potensi delisting setiap 6 bulan dengan rincian. Ia pun menekankan perlunya perusahaan tercatat yng bermasalah untuk melakukan delisting sukarela bila langkah penyelamatan dinilai tidak memungkinkan.

"Perusahaan terbuka wajib mengubah status menjadi Perusahaan Tertutup dan diwajibkan melakukan buyback atas saham publik dengan ketentuan dan harga sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021 dan SE OJK," ungkap Nyoman.

Hal ini sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek karena Kondisi atau Peristiwa yang Signifikan Berpengaruh Negatif terhadap Kelangsungan Usaha disebutkan bahwa apabila delisting dilakukan atas Perusahaan terbuka karena kondisi yang berpengaruh pada kelangsungan usaha.


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: BNI Catatkan Laba Rp16,3 Triliun Hingga September 2024

Next Article Masalah Sritex (SRIL) Numpuk, Utang Bengkak & Karyawan Dirumahkan

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|