Jakarta, CNBC Indonesia - Arah pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, Fed Fund Rate (FFR), diperkirakan berubah seiring dengan kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden (Pilpres) kali ini. Federal Reserve diperkirakan tidak akan agresif menurunkan suku bunganya pada tahun depan.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Andry Asmoro mengungkapkan dengan terpilihnya Donald Trump, inflasi di AS diperkirakan akan meningkat dan menurunkan ekspektasi pasar terhadap penurunan FFR.
"Ini yang menjadi dasar mengapa market relatif risk off, itu kepada emerging market. Itu mengapa ekspektasi pemangkasan suku bunga di bulan Desember saja turun. Kita probability-nya 60% dari sebelumnya di atas 80%," kata Andry dalam Power Lunch CNBC Indonesia, Selasa (22/11/2024).
Sebelum Trump terpilih, Andry mengatakan suku bunga AS diperkirakan turun 75 basis poin pada sisa 2 bulan di 2024 dan 125 basis poin pada 2025. Pada awal November, the Fed telah memangkas suku bunga acuan dengan besaran 25 basis points (bps) menjadi 4,50-4,75%.
Pemangkasan sebesar 25 bps ini adalah kali kedua yang dilakukan The Fed dalam dua pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) secara beruntun. Sebelumnya, The Fed memangkas suku bunga sebesar 50 bps pada September lalu. Dengan demikian, suku bunga The Fed sudah dipangkas 75 bps.
Seperti diketahui, The Fed mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September 2023-Agustus 2024 atau lebih dari setahun.
The Fed dalam keterangannya menjelaskan pemangkasan suku bunga dilakukan karena meyakini inflasi AS sudah bergerak menuju target kisaran mereka di angka 2%. Indikator ekonomi terbaru menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi terus berkembang dengan kecepatan yang solid.
"Tingkat pengangguran naik namun tetap rendah. Inflasi telah menunjukkan kemajuan menuju target sasaran 2% tetapi tetap berada pada tingkat yang cukup tinggi," tulis The Fed dalam website resmi mereka.
Sebagai catatan, inflasi AS jauh melandai ke 2,4% (year on year/yoy) pada September 2024. Tingkat pengangguran mencapai 4,1% pada September 2023. Angka pengangguran bahkan sempat menyentuh 4,3% pada Juli 2024 yang merupakan rekor tertinggi sejak Oktober 2021.
Trump dalam kampanyenya selalu berjanji akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi AS serta melindungi produk dalam negeri melalui proteksionisme.
Hal ini ditangkap sebagai sinyal meningkatnya inflasi AS ke depan. Sejumlah ekonom melihat janji Trump ini bisa membuat inflasi naik sehingga pemangkasan suku bunga The Fed lebih sedikit.
Dalam konferensi pers usai rapat FOMC, Powell mengingatkan jika The Fed tetap independen dan pemerintahan baru tidak akan langsung mempengaruhi kebijakan moneter. Seperti diketahui, Trump baru akan dilantik pada Januari 2025 sehingga kebijakannya juga baru akan berlaku pada tahun depan.
"Dalam jangka pendek, pemilihan tidak akan mempengaruhi keputusan kebijakan kami," kata Powell.
Powell juga mengatakan bahwa ia tidak akan mengundurkan diri meskipun Trump memintanya mundur. Sebagai catatan, Powell ditunjuk pada 2017 atau periode pertama pemerintahan Trump. Jabatannya baru akan berakhir pada 2026.
Powell mengingatkan secara hukum presiden juga tidak memiliki kekuasaan untuk memecatnya.
"Tidak (tidak akan mundur). (Pemecatan) tidak diizinkan di bawah hukum yang berlaku," ujar Powell.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Trump Presiden Lagi, Pasar Keuangan RI Masih Jadi Destinasi Investasi?
Next Article Video: Inflasi AS Belum 2%, Kapan The Fed Bisa Pangkas Suku Bunga?