Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa pada tahun 2026 mendatang atau terhitung 2 tahun dari saat ini, Indonesia bisa menguasai hingga 75% kapasitas nikel dunia.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno bilang, hal tersebut juga perlu diperhatikan dari sisi permintaan nikel dunia. Kelak, jika produksi akan nikel di dunia tidak diimbangi dengan permintaannya, maka harga nikel akan terjerembab.
"Diperkirakan tahun 2026 itu diperkirakan produk nikel kita itu akan 75% dari kapasitas dunia. Nah kalau oversupply pastilah harga pasti turun," jelas Tri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, Jakarta, dikutip Kamis (14/11/2024).
Dengan begitu, pihaknya akan mempelajari perihal titik jenuh permintaan dan produksi nikel dunia, supaya harga nikel dunia itu sendiri tidak jatuh banyaknya produksi. "Nantinya kita akan coba untuk nikel sebetulnya jenuhnya di titik mana. Jangan sampai juga kita overconfident," tambahnya.
Saat ini pemerintah juga sedang menganalisa jenis produk nikel mana yang dibutuhkan oleh dunia. Hal ini upaya untuk mengatasi penerimaan nikel di pasar internasional.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan besarnya cadangan nikel yang dimiliki Indonesia saat ini. Bahkan, nikel RI digadang-gadang berkontribusi pada 45% cadangan nikel global.
Semula, Bahlil mengatakan apabila berbicara mengenai industri hijau yang saat ini tengah diperbincangkan dunia, Indonesia mempunyai keunggulan tersendiri. Sebab, negara ini mempunyai cadangan nikel terbesar dunia.
"Cadangan nikel dunia di 2023 menurut data geologi Amerika kita 20% nikel dunia, tapi 4 bulan lalu data geologi Amerika mengatakan cadangan nikel kita 40-45% dunia," kata Bahlil dalam acara Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Sementara berdasarkan bahan paparan Kementerian ESDM, cadangan bijih nikel Indonesia merupakan cadangan terbesar di dunia dengan porsi sebanyak 42,1% dari seluruh cadangan dunia. Lalu menyusul Australia dengan porsi 18,4%, Brazil 12,2%, Rusia 6,4%, Kaledonia Baru 5,4%, Filipina 3,7%, China 3,2%, dan sisanya negara lainnya.
Di sisi lain, Bahlil juga menyinggung bahwa nilai tambah dari hilirisasi nikel yang saat ini digencarkan pemerintah juga telah berdampak pada perekonomian nasional.
Adapun, nilai ekspor nikel kini sudah mencapai US$ 30-40 miliar, jauh meningkat dibandingkan beberapa tahun lalu ketika Indonesia hanya mengekspor mineral mentah, dengan nilai US$ 3,3 miliar.
"Misal nikel contoh kecil, tahun 2017-2018 ekspor nikel kita hanya US$ 3,3 miliar. Negara-negara lain sudah candu bahan baku atau material Indonesia. Karena sejak zaman penjajahan mereka mau kirim dari kita. Begitu kita stop ekspor nikel banyak tantangan di mana-mana tapi waktu saya di HIPMI kedaulatan negara itu spirit kita itu ada irisan," kata dia.
"Apa yang terjadi 2017-2018 kita stop (ekspor) nikel, smelter kita belum sampai 10. Sekarang ekspor nikel kita mencapai US$ 30-40 miliar. Sudah Rp 500 triliun. Bayangkan PPh 21, royalti, multiplier effect ini kawasan industri ekonomi baru," ujarnya.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Nikel RI Akhirnya Tercatat di Bursa Dunia, Begini Prosesnya!
Next Article Bukan Isapan Jempol, Cadangan Nikel RI Jadi yang Terbesar di Dunia