Jakarta, CNBC Indonesia - Tren ekonomi digital di Tanah Air ditandai oleh makin maraknya transaksi pembayaran dengan sistem cashless atau nontunai. Hal ini pun memicu banyak merchant atau warung yang menolak transaksi dengan uang tunai dengan alasan kepraktisan dan keamanan.
Hal ini memancing pertanyaan: apakah sebenarnya boleh merchant atau warung menolak transaksi uang tunai?
Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa pihaknya melarang para pedagang yang masih kedapatan menolak pembayaran menggunakan uang tunai atau koin dari pembelinya, dan hanya menyediakan pilihan pembayaran secara digital.
Larangan ini kembali ditegaskan jajaran dewan gubernur Bank Indonesia karena masih maraknya sejumlah toko atau pedagang yang hanya membolehkan pelanggan membayar dengan QRIS atau alat pembayaran digital lainnya.
"Kita kembali ulang bahwa Pasal 23 Undang-undang Mata Uang, itu jelas menyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah NKRI," kata Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono di Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Kamis (17/10/2024).
Dengan adanya ketetapan larangan penolakan itu, maka sebetulnya pedagang tidak boleh hanya memberikan opsi bagi para pelanggannya untuk pembayaran digital. Sebab, Pasal 23 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang melarang praktik itu.
"Sehingga kami tetap dorong, kita wajib menerima uang rupiah dalam bentuk fisik. sekali lagi saya tegaskan, kita harap semua merchant tetap menerima uang tunai," ujar Doni.
Dia menegaskan BI hingga kini pun masih terus mencetak uang rupiah secara tunai, baik kertas maupun logam. Hingga saat ini, total Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 9,96% (yoy) menjadi Rp 1.057,4 triliun.
"Jadi kita tetap cetak uang kartal dan masih tumbuh. Maka, supaya bisa membantu kita merchant diwajibkan menerima uang cash," kata Doni.
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim menjelaskan masyarakat wajib menggunakan rupiah sebagai alat transaksi. Rupiah dibagi tiga, yaitu kartal atau uang tunai, uang elektronik, dan uang digital.
"Uang digital kan sedang dalam proses. Uang elektronik yang tadi non-tunai. Sehingga itu hanya masalah caranya saja," ungkapnya.
Ia mengaku, di sisi lain, BI juga terus mendorong pembayaran non tunai. Selain efisiensi ekonomi, pembayaran non tunai juga dapat mengantisipasi pemalsuan uang.
Pembayaran non tunai yang makin diminati tercermin dari pertumbuhan yang semakin melambat. Meskipun, bagaimanapun karakteristik masyarakat Indonesia, secara demografi yang beragam, geografis yang kepulauan, dengan kendala teknologi yang belum merata seluruh daerah. Sehingga, kebutuhan uang kartal tetap masih diperlukan oleh masyarakat.
"Sehingga itulah kewajiban Bank Indonesia untuk selalu menyediakan uang kartal tadi. Kami selalu edukasi pada masyarakat, bahwa masyarakat tidak boleh menolak transaksi dalam bentuk rupiah. Bahwa pembayaran non-tunai, tunai itu hanya masalah cara, tapi prinsipnya adalah rupiah," jelasnya.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini: