Jakarta, CNBC Indonesia-Pergerakan nilai tukar rupiah cukup mengejutkan dalam beberapa pekan terakhir. Sempat menguat tajam ke level Rp15.000 per dolar AS, rupiah kini justru balik melemah ke Rp15.600.
"Trennya mestinya penguatan, karena fundamental rupiah itu mengarah pada penguatan," ungkap Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dalam konferensi pers, Rabu (16/10/2024)
Penyebab anjloknya rupiah tidak terlepas dari dinamika global. Khususnya perang di Timur Tengah yang semakin memanas, setelah Israel berhadapan dengan Hamas dan Hizbullah di wilayah Gaza dan Lebanon.
"Geopolitik akibatkan sentimen ini," tegas Destry.
Foto: Destry Damayanti dalam acara pengumuman hasil rapat dewan Gubernur, Oktober 2024 dengan cakupan tahunan. (Tangkapan layar Youtube Bank Indonesia)
Destry Damayanti dalam acara pengumuman hasil rapat dewan Gubernur, Oktober 2024 dengan cakupan tahunan. (Tangkapan layar Youtube Bank Indonesia)
BI, kata Destry akan selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental. "Oleh karena itu strategi BI selama ini kita kenal triple intervention kita jalankan di spot, DNDF dan SBN," jelasnya.
BI juga memiliki instrumen lain untuk menarik dana asing ke dalam negeri, antara lain SRBI, SVBI dan SUVBI. Hingga 14 Oktober 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp934,87 triliun, 3,38 miliar dolar AS, dan 424 juta dolar AS.
"BI terus mensosialisasikan penggunaan LCT yang sekarang 4 negara, dan akan tambah India dan Korea Selatan," terangnya.
(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Syarat Rupiah Bisa Menguat ke Rp15.100/USD Setelah 20 Oktober
Next Article DPR Seleksi Calon Deputi Gubernur Senior BI Pekan Depan