Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) menjadikan biofuel atau bahan bakar berbasis tanaman sebagai salah satu kunci strategis mendukung transisi energi Indonesia. Upaya ini pun didukung oleh legislatif dan pemerintah.
Wakil Ketua MPR RI dan Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno menjelaskan Indonesia memiliki potensi dan sumber biofuel yang melimpah. Program B35 yang dilakukan Pertamina menjadi bukti dari upaya penurunan emisi.
"Indonesia juga memiliki sumber biofuel yang melimpah. Saat ini kita menggunakan B35, biodiesel 35, dari CPO. Kita memiliki sumber tebu, singkong, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar nabati," kata Eddy, dikutip Kamis (14/11/2024).
Apalagi, saat ini Pertamina memiliki Sustainability Aviation Fuel (SAF), yang berbasis biofuel, termasuk dari minyak goreng bekas. Baru-baru ini, Indonesia berhasil mencampur 5% bahan bakar penerbangan berkelanjutan, dan berhasil diuji coba dalam penerbangan sekitar dua tahun lalu dan akan terus ditingkatkan.
CEO of Pertamina New and Renewable Energy John Anis pun menjelaskan PNRE merupakan pionir dalam bisnis rendah karbon di Pertamina Grup. Selain meningkatkan kapasitas pembangkit EBT, juga mengembangkan Biofuel.
"Kami memiliki banyak program, namun ini didasarkan pada apa yang kami sebut sebagai strategi pertumbuhan ganda. Karena kita masih memerlukan bahan bakar fosil, namun lebih bersih, dan pada saat yang sama kita harus mulai beralih ke bisnis rendah karbon. Jadi kami memaksimalkan bisnis tradisional sekaligus mengembangkan bisnis rendah karbon," kata John.
Ia juga menjelaskan PNRE memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi. Hingga 2034 mendatang, John menjelaskan proyeksi demand atas biofuel bisa mencapai 51 juta liter.
Saat ini Pertamina NRE bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) berencana membangun pabrik bioetanol di Banyuwangi dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (KL) per tahun.
"Untuk bioetanol, kita memiliki ambisi meningkatkan kapasitas produksi. Salah satunya dengan reaktivasi pabrik di Banyuwangi, Glenmore, dengan mengambil molase sebagai bahan baku bioetanol tanpa mengganggu produksi gula," kata John.
Sedangkan di bisnis karbon, Pertamina NRE menjadi pemain utama perdagangan kredit karbon di Indonesia dengan menguasai pangsa pasar 93%. Kredit karbon Pertamina NRE bersumber dari pembangkit listrik energi rendah karbon dan bersumber dari nature based solutions (NBS).
Menurut dia, sejak mempelopori perdagangan karbon di bursa karbon tahun lalu, sebanyak 864 ribu ton CO2 kredit karbon telah terjual habis. Dalam inisiatif NBS, Pertamina bermitra dengan partner strategis.
"Untuk mengakselerasi transisi energi dan merealisasikan target 75 GW listrik berbasis EBT hingga 15 tahun mendatang, diperlukan kolaborasi agar investasi dan pengembangan EBT menjadi lebih agresif di Indonesia dan menjadi lebih mudah diakses dengan harga terjangkau bagi masyarakat," tutup John.
(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini: