Bos Pengusaha Ungkap Kenapa Kelas Menengah-Kaya RI Belanja ke Thailand

12 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO) Handaka Santosa menyoroti dua persoalan impor yang memerlukan perhatian dan solusi yang berbeda. Menurutnya, Indonesia harus memisahkan antara impor ilegal yang merugikan industri dalam negeri dan impor resmi yang sebenarnya bisa memperkuat pasar domestik.

Handaka menjelaskan, barang-barang impor ilegal yang masuk ke pasar Indonesia tanpa bea masuk, tanpa label berbahasa Indonesia, bahkan tanpa Sertifikasi Nasional Indonesia (SNI) pada produk bayi, adalah ancaman nyata bagi produk lokal dan UKM. Katanya, barang ilegal ini tidak hanya merusak persaingan di pasar domestik tetapi juga mengurangi pendapatan negara.

"Kalau dia bisa masuk tanpa memenuhi peraturan yang ada, berarti mereka tidak membayar bea masuk. Nah, ini kan merugikan negara. Efeknya (juga) mereka mematikan produk dalam negeri atau lokal dan juga produk UKM," kata Handaka dalam Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Kamis (14/11/2024).

Di sisi lain, Handaka menambahkan, impor resmi, khususnya barang-barang global bermerek yang seringkali ditujukan bagi kelas menengah-atas, itu justru menghadapi berbagai hambatan, termasuk bea masuk hingga 25%, PPN impor sebesar 11%, dan PPh impor 7,5%. Totalnya, barang impor resmi ini dikenai pajak sekitar 43,5%, belum lagi kewajiban mengurus laporan surveyor.

Akibat tingginya biaya impor tersebut, katanya, membuat harga barang menjadi tidak kompetitif dibandingkan negara tetangga RI, seperti Thailand dan Malaysia, membuat banyak konsumen Indonesia, terutama kalangan kelas atas lebih memilih berbelanja di luar negeri.

"Jadi persaingan bukan antar merek, tetapi antar negara. Orang lebih banyak ke Thailand, karena mereka ingin shopping di sana dan tidak di Indonesia," jelasnya.

Tidak hanya itu.

Handaka juga menyoroti adanya kuota yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk barang impor resmi, yang semakin mempersempit ruang bagi pedagang barang impor legal untuk memenuhi permintaan pasar domestik.

"Setiap (barang) yang di-order atau yang di-impor itu ada pembatasan dari Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Jadi semuanya sudah diketatin, dinaik-naikin, dibatasi, sedangkan yang ilegal tetap masuk, karena pemerintah nggak tahu (barang impor ilegal) masuknya lewat mana," ucap dia.

"Sedangkan kalau yang legal, itu memberikan proposal atau usulan kepada pemerintah untuk memasukkan sejumlah sekian, dan biasanya keperluannya sudah dihitung sebulan berapa. Nah inilah tragisnya," sambungnya.

Handaka berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam mengatur kebijakan impor untuk produk legal maupun ilegal, sehingga tidak hanya sekedar mengontrol impor tetapi juga melindungi produk lokal secara efektif tanpa menghambat pasar untuk barang-barang yang sebenarnya bisa melengkapi kebutuhan konsumen domestik.

"Mudah-mudahan lah, pemerintah lebih tahu lagi, mempelajari. Jadi bukan untuk karena sesuatu yang politik. Apalagi adanya aturan safeguard," pungkasnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Temui Xi Jinping Hingga Vietnam Blokir Aplikasi China

Next Article Tak Cuma Baju Impor, Ini Biang Kerok Lain Bikin Matahari Tutup Gerai

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|