Italia Sudah, Kapan Indonesia Atur Bisnis Netflix Cs

1 month ago 27

Jakarta, CNBC Indonesia - Harapan terhadap pemerintahan baru Prabowo - Gibran sangat tinggi di tataran pelaku industri, tak terkecuali di bidang telekomunikasi.

Direktur Eksekutif ICT institute Heru Sutadi menyampaikan bahwa saat ini industri telekomunikasi global menghadapi tantangan berat. Laporan terbaru menyebutkan, di seluruh dunia pendapatan penyelenggara telekomunikasi mengalami stagnasi, bahkan penurunan growth. Hal ini tidak terlepas dari melonjaknya jumlah pengguna layanan Over The Top (OTT) yang meningkatkan beban kapasitas jaringan telekomunikasi. Namun melonjaknya pengguna layanan ini tidak diimbangi dengan adanya fair share antara penyelenggara telekomunikasi dan OTT yang menyebabkan perusahaan telekomunikasi sulit untuk melanjutkan investasi.

"Penyelenggara OTT seperti WhatsApp, Netflix, YouTube, dan layanan streaming lainnya memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi yang dibangun perusahaan telko. Mereka mengambil keuntungan besar dari lalu lintas data tanpa ada kontribusi terhadap biaya pembangunan infrastruktur", ujar Heru, Jumat (25/10/2024).

Heru mengatakan, beberapa negara telah merespon tantangan ini dengan membuat kebijakan yang dapat menciptakan ekosistem industri yang sehat. "Sebagai contoh, Menteri Perindustrian Italia, Adolfo Urso, membuat kebijakan yang mewajibkan perusahaan teknologi raksasa seperti Alphabet, Meta, Apple, Microsoft, dan Amazon untuk berkontribusi terhadap biaya pembangunan jaringan telekomunikasi melalui skema fair share funding" tuturnya.

Kebijakan ini didasari pada fakta bahwa perusahaan-perusahaan teknologi raksasa tersebut mengkonsumsi lebih dari 50% bandwidth di Uni Eropa. Dengan kebijakan tersebut diharapkan dapat menjadi solusi adanya kontribusi OTT untuk mempercepat pemerataan jaringan telekomunikasi.

"Sebetulnya kita sudah punya regulasi yang mengatur kerja sama antara penyelenggara telekomunikasi dan OTT, sudah menjadi amanat di UU Cipta Kerja dan turunannya, namun implementasinya masih belum bisa dilaksanakan. Jika presiden Prabowo ingin mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8% dan mempercepat pengelaran infrastruktur telekomunikasi bagi seluruh masyarakat Indonesia, Menkomdigi dapat memulai mengatur perusahaan OTT global agar dapat memberikan kontribusi positif", ujarnya.

Saat ini Indonesia telah mencoba menata ulang keberadaan OTT melalui peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK), dimana sudah terdapat aturan terhadap penyelenggara OTT yang seharusnya wajib bekerja sama. Sayangnya, hingga kini, regulasi tersebut belum cukup jelas dan kuat untuk memaksa OTT bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi.

Heru berharap Menkomdigi dapat segera mengambil langkah strategis dan tegas dalam merumuskan regulasi yang jelas dan terperinci mengenai OTT di Indonesia. Sejatinya semangat untuk mengatur kerja sama OTT ini telah menjadi perhatian dan pembahasan serius di DPR. Bahkan pada saat itu Meutya menjabat sebagai ketua Komisi 1 DPR RI, sehingga sudah sangat paham permasalahan keberadaan OTT dan urgensi penataannya.

"Dengan beliau yang sudah mengerti permasalahan yang terjadi, sudah saatnya Bu Meutya membuktikan bahwa kerja sama OTT dapat segera direalisasikan. Dengan regulasi pengaturan OTT ini diharapkan pemerintah dapat menarik pajak dari OTT serta berpotensi menyerap tenaga kerja," Ujar Heru.

Heru berharap dengan adanya regulasi yang adil dan berimbang akan menjamin keberlanjutan industri telekomunikasi nasional sekaligus mendorong inovasi digital yang berkelanjutan. Jika tidak segera diatur, bukan tidak mungkin Indonesia akan tertinggal dalam mengelola ekosistem digital yang adil bagi semua pihak.


(ayh/ayh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Rencana Mogok Buruh-Ekonomi China Terendah Dalam 1,5 Tahun

Next Article Luhut Ingatkan KPK: Jangan Bangga Kalau Banyak OTT!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|