Jakarta, CNBC Indonesia - Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mengungkapkan, salah satu langkah yang diperlukan untuk pengembangan industri tekstil di Tanah Air adalah dengan menginventarisasi kebutuhan dan utilisasi pabrik-pabrik. Dengan demikian, jika memang harus mengimpor, diperoleh gambaran mengenai kebutuhan impor yang sebenarnya.
"Tekstil itu pertama yang penting adalah agar dijaga utilisasi sebenarnya. Berapa yang sudah dihasilkan, apa yang dihasilkan? Kalau di dalam negeri sudah dihasilkan dan kebanyakan, sebaiknya dibeli dari dalam negeri saja. Kalau ada kebutuhan impor bahan baku, bisa dari dalam negeri. Ini komitmen yang harus dijaga," kata Reni saat ditemui wartawan di gedung Kemenperin, Senin (21/10/2024).
Hanya saja, imbuh dia, sampai saat ini memang belum ada mekanisme neraca komoditas untuk sektor tekstil. Yang ada baru neraca komoditas untuk 6 bahan pangan.
Karena itu, Reni mengakui, neraca komoditas memang diperlukan dalam upaya menjaga pertumbuhan sektor manufaktur nasional, termasuk industri tekstil. Dia mengatakan, neraca komoditas tekstil ini bisa dibangun dan akan jadi bagian dari road map manufaktur yang akan disusun oleh Kemenperin.
Sebagai catatan, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, akan membuat road map manufaktur dalam 3 tahun ke depan. Untuk menyusun peta pengembangan sektor manufaktur dalam perannya mendukung target pertumbuhan ekonomi RI yang dibidik mencapai 7-8% oleh Presiden Prabowo Subianto.
Hal itu disampaikan Agus kepada wartawan di Istana Negara Jakarta, hari ini Senin (21/10/2024).
"Pelan-pelan, neraca komoditas ini memang harus punya. (3 tahun bisa jadi?) Harusnya punya. Di dalamnya ada rencana suplai, rencana kebutuhan," kata Reni.
"Neraca komoditas ini kan basisnya data kebutuhan dan suplai. Sebenarnya, dengan Permendag yang kemarin (Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor) itu adalah upaya Kemenperin membangun data. Berapa kebutuhan sebenarnya. Kita hanya tahu data suplai. Ketika kita punya data kebutuhan, apakah memang dalam negeri nggak mencukupi? Kalau suplai dalam negeri lebih tinggi dari kebutuhan, seharusnya nggak ada impor," jelasnya.
Meski, dia mengakui, untuk menyusun dan membangun neraca komoditas tekstil adalah hal yang rumit. Sebab, kata dia, komplikasi produk tekstil tak hanya menyangkut HS. Tapi juga karakteristik yang dipengaruhi kebutuhan pasar, hingga tren pasar yang musiman.
"Dan, itu tercampur HS-nya. Padahal spek-nya beda," pungkas Reni.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menperin Sebut Ekspor Batik Indonesia Belum Maksimal
Next Article Ini Daftar Kampus Tekstil RI yang Tumbang, Cuma 6 yang Bertahan