CNN Indonesia
Senin, 03 Mar 2025 17:56 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kode 'uang zakat' yang diminta direksi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada para debitur. Jumlahnya 2,5 sampai 5 persen dari kredit yang diberikan.
"Dari keterangan yang kami peroleh dari para saksi menyatakan bahwa memang ada namanya uang zakat ya yang diberikan oleh para debitur ini kepada direksi yang bertanggung jawab terhadap penandatanganan pemberian kredit tersebut," ujar Pelaksana Tugas Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (3/3) petang.
"Yaitu besarannya antara 2,5 sampai 5 persen dari kredit yang diberikan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain dari keterangan saksi, sebutan uang zakat untuk direksi LPEI itu juga berkesesuaian dengan Barang Bukti Elektronik (BBE) yang telah dilakukan penyitaan.
"Hal ini memang diterima oleh para direksi LPEI yang memberikan tanda tangan terkait dengan pengusulan kredit tersebut. Kurang lebihnya seperti itu, besarannya antara 2,5 sampai 5 persen dari kredit yang diberikan kembali lagi kepada para direksi di LPEI," tutur Budi.
Lembaga antirasuah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada debitur PT Petro Energy (PT PE). Mereka ialah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan.
Kemudian Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.
Para tersangka belum dilakukan penahanan. Teruntuk pemberian kredit kepada PT PE, KPK menyebut negara mengalami kerugian sejumlah US$60 juta.
Sementara itu, KPK juga sedang menyelidiki pemberian fasilitas kredit kepada 10 debitur lainnya. Dari sana disebutkan ada potensi kerugian negara hingga mencapai Rp11,7 triliun.
(dal/ryn)