Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena baru muncul di sektor ketenagakerjaan Indonesia. Fenomena itu ialah makin maraknya tenaga kerja di berbagai daerah yang kini bekerja di sektor-sektor dengan tingkat upah minim.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni Primanto Joewono mengatakan, fenomena itu terungkap dari hasil kajian 46 kantor cabang BI terhadap kondisi ekonomi dan keuangan daerah. Kajian Ekonomi dan Keuangan daerah atau KEKDA itu dilakukan tiap triwulanan.
"Perekonomian daerah dihadapi tantangan pergeseran tenaga kerja ke sektor yang tingkat upahnya lebih rendah," ungkap Doni di kantornya, Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Fenomena ini kata Doni muncul di tengah terjaganya laju pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah. Menurutnya penopang laju pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah kini sangat mengandalkan belanja pemerintah daerah atau pemda.
"Apalagi belanja APBD terakhir ini cukup masif ditambah lagi karena adanya pilkada," ucap Doni.
Bergesernya tenaga kerja di Indonesia ke sektor dengan upah murah ini seiring dengan terus membengkaknya data jumlah pekerja informal di Indonesia, ketimbang pekerja yang masuk sektor-sektor kerja formal.
Mengutip hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS Februari 2024, terungkap bahwa dari 142,18 juta orang yang bekerja, sebanyak 59,17% penduduk yang bekerja di kegiatan informal (84,13 juta orang). Sedangkan persentase penduduk yang bekerja di kegiatan formal hanya 40,83%.
Persentase ini meningkat pesat dibandingkan catatan pada 2019 silam. Saat itu, persentase pekerja informal masih sebesar 55,88% sedangkan pekerja formal sebanyak 44,12%.
Menurut Doni, bergesernya tenaga kerja dari upah yang tinggi ke upah yang rendah itu juga seiring dengan adanya fenomena serapan tenaga kerja di sektor padat karya yang masih tidak optimal, berlainan arah dengan serapan tenaga kerja di sektor perdagangan, akomodasi, atau makanan dan minuman.
"Di sektor padat karya utamanya di pertanian dan manufaktur cukup tertekan di daerah, terutama aspek produktivitas jadi isu utama. dan lahan pertanian yang semakin turun," ucapnya.
Oleh sebab itu, guna mengantisipasi permasalahan yang muncul dari fenomena itu, Bank Indonesia berencana menggelontorkan insentif bagi industri jasa keuangan yang mampu menggeliatkan pembiayaan atau kredit ke sektor-sektor padat karya.
Insentif itu akan diberikan melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan pada sektor usaha yang mendukung penciptaan lapangan kerja.
"Oleh karena itu KLM insentive itu memang diarahkan ke sana. diarahkan pada padat karya daerah untuk menyerap tenaga kerja sekaligus mendorong segmen untuk kelas menengah ke bawah," tutur Doni.
(arj/arj)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bank Indonesia Tahan Bunga Acuan di Angka 6%
Next Article Video: Tingkatkan Skill Tenaga Kerja, Prakerja Siapkan 1.249 Pelatihan