Jakarta, CNBC Indonesia - Eskalasi geopolitik di Timur Tengah diperkirakan akan mengerek harga minyak dunia ke rekor tertinggi. Hal ini dijelaskan oleh Kepala Analis Komoditas di bank SEB Swedia, Bjarne Schieldrop, dalam sebuah laporan prediksi yang diterima Oil Price, dikutip Senin (14/10/2024).
Sebelumnya, eskalasi di Timur Tengah diawali dengan pecahnya perang antara Israel dan milisi Gaza Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023. Hingga saat ini, serangan Israel ke wilayah itu telah menewaskan hampir 42 ribu warga sipil Palestina.
Perang tersebut akhirnya memicu beberapa milisi, seperti Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman, terlibat langsung untuk memberikan bantuan sebagai bentuk solidaritas kepada Hamas. Hal ini pun membuat Israel untuk ikut menyerang kedua kelompok itu.
Aksi ini pun menarik Iran untuk ikut dalam peperangan, dengan melontarkan ratusan rudal ke Israel dua pekan lalu. Hal ini disebabkan tewasnya pimpinan tinggi militer Negeri Para Mullah dalam serangan Israel di Beirut. Diketahui, Iran merupakan penyokong utama dari Hamas, Hizbullah, dan Houthi.
Keterlibatan Iran dalam perang ini diperkirakan dapat memicu gangguan di wilayah Selat Hormuz. Sejumlah skenario menyebut Teheran mungkin akan menutup selat itu dan akan memicu gangguan pengiriman minyak dan gas dunia.
Dengan adanya skenario ini, Schieldrop menyebutkan bahwa jika pasokan sangat dibatasi maka harga akan sering melonjak hingga 5-10 kali lipat dari level normalnya. Ini berarti harga minyak dapat terkerek naik hingga US$350 (Rp5,4 juta) per barel.
"Jadi jika keadaan menjadi lebih buruk dan Selat Hormuz ditutup selama sebulan atau lebih, minyak mentah Brent kemungkinan akan melonjak hingga US$ 350/barel, ekonomi dunia akan anjlok dan harga minyak akan turun kembali hingga di bawah US$200 per barel lagi dalam beberapa waktu," ungkapnya.
Sejauh ini, Israel telah berjanji akan melakukan balasan kepada Iran yang telah menyerang wilayahnya. Walau begitu, Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu utama Tel Aviv telah menurunkan militernya di wilayah Timur Tengah.
"Namun, melihat kondisi harga minyak saat ini, pasar tampaknya tidak memiliki banyak kemungkinan untuk perkembangan seperti itu. Risikonya tampak kecil, AS dan China akan bergerak untuk membuka kembali Selat tersebut jika diblokir," tambah Schieldrop.
Selat Hormuz, yang dilalui minyak rata-rata sekitar 21 juta barel per hari (bpd), secara tepat digambarkan sebagai titik transit minyak terpenting di dunia. Selat ini merupakan rute ekspor utama minyak Timur Tengah ke Asia dan jalur utama ekspor semua produsen utama di kawasan tersebut, termasuk Iran sendiri.
Kepala Analis Komoditas ING, Warren Patterson, mengatakan gangguan signifikan pada arus di Selat Hormuz akan membahayakan pasokan minyak sebesar 14 juta barel per hari dari produsen Timur Tengah dan kapasitas cadangan yang signifikan dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).
"Gangguan seperti itu cukup untuk mendorong harga minyak ke rekor tertinggi baru, melampaui rekor tertinggi mendekati US$150 (Rp2,3 juta) per barel pada tahun 2008," tambahnya dalam laporan yang dirilis Jumat lalu.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Perang Timur Tengah Bikin Harga Minyak Melonjak, APBN RI Aman?
Next Article Konflik di Gaza Masih Memanas, Harga Minyak Mentah Ikut Mendidih