Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom menilai rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengubah kebijakan subsidi bahan bakar minyak menjadi bantuan langsung tunai (BLT) lebih tepat sasaran dan sudah baik. Ada sejumlah indikator yang membuat kebijakan itu cocok diterapkan mulai saat ini.
Kepala Riset Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra El Talattov mengatakan dari sisi faktor harga minyak mentah dunia saat ini sedang mengalami pelemahan di bawah asumsi APBN. Di samping tekanan inflasi yang melandai.
Dalam asumsi APBN 2024, harga minyak mentah acuan Indonesia atau ICP di level US$ 82 per barel, sedangkan pergerakan harga minyak mentah dunia sampai hari ini hanya di kisaran US$ 74 per barel. Sedangkan dari sisi inflasi umum per Oktober 2024 hanya 1,71% secara tahunan.
"Sebetulnya momentum pemerintah memulai subsidi tepat sasaran tepat hari-hari ini," kata Abra dalam Program Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Kamis (14/11/2024).
Ia mengakui, memang ada risiko bahwa khusus melandainya inflasi beberapa hari terakhir hingga memicu deflasi karena penurunan daya beli. Oleh karena itu perlu kriteria yang lebih longgar untuk masyarakat penerima kebijakan baru subsidi itu bukan hanya masyarakat miskin, tapi rermasuk kelompok rentan dan menengah bawah.
"Yang penting yang perlu kita garis bawahi kebijakan ini bisa dieksekusi atau diukur keberhasilannya dari sisi volume konsumsi BBM, baik Pertalite maupun solar. Misalnya Pertalite 32 juta kiloliter tahun depan apakah bisa dikurangi menjadi 29 juta kiloliter dan seterusnya, serta ada pergeseran atau migrasi dari konsumen bbm subsidi ke non subsidi," ucapnya.
Idealnya, ia menganggap pemerintah tidak hanya fokus dalam perbaikan kebijakan subsidi BBM, tapi juga subsidi LPG dan listrik karena untuk LPG saja dari sisi nilai subsidi maupun kompensasinya itu besar.
"Tapi kalau pemerintah hanya fokus ke BBM paling tidak menjadi awal bagus untuk ke depan. Sebab untuk BBM meski tahun depan subsidinya Rp 26 triliun tapi selain subsidi ada kompensasi yang cukup besar. 2023 lalu misaknya kompensasi BBM realisasinya mencapai Rp 133 triliun dan 2022 mencapai Rp 307 triliun," paparnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan lagi dua opsi skema subsidi energi khususnya untuk Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal itu disampaikan Bahlil dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XII DPR, Rabu (13/11/2024).
Formulasi pertama, memindahkan subsidi BBM menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Jika ini dialihkan, kata Bahlil, maka Rumah Sakit, Sekolah, Gereja dan Masjid yang selama ini mendapatkan subsidi akan dicabut. "(Ini untuk) UMKM dan segala macamnya, transportasi umum. Nah, akhirnya kita membuat alternatif kedua," ungkap Bahlil.
Formulasi Kedua, yang sifatnya fasilitas umum. Tujuannya untuk bisa menahan inflasi dengan memberikan subsidi ke barang (Dalam hal ini BBM). "Selebihnya kita pakai BLT," jelas Bahlil.
Formulasi Ketiga, pihaknya sedang memformulasikan supaya sebagian barang yang disubsidi bisa dinaikkan angkanya. Sayangnya, Bahlil belum menjelaskan detil maksud dari formulasi ketiga ini.
"Karena masih dalam pembahasan, tunggu kami laporkan kepada Bapak Presiden dulu. Kalau sudah putus baru kami laporkan kepada Bapak-Ibu anggota DPR yang terhormat," tandas Bahlil.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: PR Menteri Prabowo Ubah Subsidi BBM Jadi BLT Tepat Sasaran
Next Article Maju Mundur Aturan BBM, Subsidi Langsung ke Orang Bisa Jadi Solusi