Jakarta, CNBC Indonesia - Perang yang dialami Israel dengan sejumlah milisi di Timur Tengah telah menambah beban besar bagi perekonomian negara itu.
Hal ini berdampak karena besarnya biaya perang, terhambatnya sejumlah akses perjalanan ke negara itu, serta angkatan kerja yang semakin sedikit.
Berikut sejumlah persoalan ekonomi yang dialami Israel sebagaimana dikutip dari Associated Press, Selasa (22/10/2024):
1. Pengeluaran Militer Membengkak
Sebelum berperang dengan milisi Gaza Palestina, Hamas, Israel menghabiskan US$1,8 miliar (Rp28 triliun) per bulan untuk pengeluaran militer. Namun setelah perang itu pecah pada 7 Oktober 2023 silam, anggaran militer membengkak menjadi sekitar US$4,7 miliar (Rp73 triliun) pada akhir tahun lalu.
Secara agregat tahunan, Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) mengatakan bahwa Israel menggelontorkan US$27,5 miliar (Rp428 triliun) untuk militer tahun lalu. Israel menduduki peringkat ke-15 secara global di belakang Polandia tetapi di atas Kanada dan Spanyol, yang semuanya memiliki populasi lebih besar.
Pengeluaran militer Israel bila dijadikan persentase dari output ekonomi tahunan adalah 5,3%. Ini jauh lebih besar dibandingkan 3,4% untuk Amerika Serikat dan 1,5% untuk Jerman.
2. Rusaknya Pasokan Tenaga Kerja
Perang tersebut merusak pertumbuhan dan pasokan tenaga kerja. Dalam tiga bulan setelah Hamas menyerang, output ekonomi Israel menyusut 5,6%, kinerja terburuk dari 38 negara yang tergabung di Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, sekelompok negara yang sebagian besar kaya.
Perekonomian sebagian pulih dengan pertumbuhan 4% di bagian pertama tahun ini tetapi hanya tumbuh 0,2% di kuartal kedua.
Perang tersebut telah menimbulkan dampak yang lebih berat pada ekonomi Gaza yang sudah hancur, di mana 90% penduduknya telah mengungsi dan sebagian besar tenaga kerjanya menganggur.
Ekonomi Tepi Barat juga terpukul keras, di mana puluhan ribu pekerja Palestina kehilangan pekerjaan mereka di Israel setelah 7 Oktober dan serangan militer Israel serta pos pemeriksaan telah menghambat pergerakan. Bank Dunia mengatakan ekonomi Tepi Barat berkontraksi sebesar 25% pada kuartal pertama tahun ini.
Di sisi lain, di Israel, perang telah menimbulkan banyak beban ekonomi. Pemanggilan dan perpanjangan dinas militer mengancam akan menghambat pasokan tenaga kerja.
3. Kekhawatiran Keamanan dan Akses Perjalanan
Kekhawatiran keamanan menghalangi investasi dalam bisnis baru. Gangguan dalam penerbangan telah membuat banyak pengunjung menjauh, sehingga berdampak pada industri pariwisata.
Gangguan lain juga datang dari akses perdagangan Negeri Zionis itu. Saat ini ketegangan akibat perang juga tumpah ke wilayah Laut Merah. Milisi Yaman Houthi telah meluncurkan sejumlah serangan ke kapal-kapal yang berafiliasi dengan Israel dan sekutunya semata-mata untuk menekan Tel Aviv agar berhenti menyerang Gaza.
Hal ini pun berdampak pada perdagangan Israel ke arah Timur. Sami Abu Shehadeh, kepala Partai Majelis Nasional di Israel dan mantan anggota parlemen Israel, mengatakan dampak serangan Houthi terhadap ekonomi Israel sangat parah.
"Hal itu terutama terjadi karena Israel tidak memiliki sumber daya alam dan bergantung pada impor untuk memenuhi berbagai kebutuhannya," katanya kepada Al Jazeera.
Abu Shehadeh menjelaskan karena pelabuhan Laut Merah Israel di Eilat hampir tidak beroperasi, biaya pengiriman barang ke pelabuhan Mediterania di Haifa dan Ashdod telah meningkat pesat, yang telah meningkatkan biaya bagi konsumen. Pada bulan Agustus, indeks harga konsumen Israel mencapai level tertinggi sejak Oktober 2023.
"Israel telah berupaya mencari alternatif, seperti transportasi udara atau pengangkutan melalui darat melalui Yordania, tetapi tidak ada yang cukup untuk mengatasi masalah tersebut," kata Abu Shehadeh.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Hizbullah Luncurkan Rudal Ke Israel, Incar Pabrik Bahan Peledak
Next Article Ekonomi Israel Babak Belur: Investor Hengkang-Bisnis Terancam