Jakarta, CNBC Indonesia - Pembunuhan Yahya Sinwar, pemimpin Hamas dan otak serangan kelompok tersebut pada 7 Oktober ke Israel, merupakan titik balik dramatis dalam perang brutal yang telah berlangsung selama satu tahun.
Pembunuhan Sinwar yang dikonfirmasi Israel pada Kamis (17/10/2024) 'memenggal' kepemimpinan kelompok militan Palestina yang telah terpukul oleh berbulan-bulan pembunuhan para pemimpin mereka. Hal ini menjadi pencapaian simbolis yang signifikan bagi Israel dalam upayanya menghancurkan Hamas.
Pembunuhan ini, yang terjadi hanya sepuluh hari setelah peringatan satu tahun pertempuran paling mematikan antara Israel dan Palestina, bisa menjadi tahap penentu dalam bagaimana sisa perang ini akan berlanjut, atau bahkan mendorong ke arah penyelesaian - tergantung pada bagaimana Israel dan Hamas bertindak selanjutnya.
Peluang Akhiri Perang
Sinwar, yang diangkat sebagai pemimpin Hamas setelah pemimpin sebelumnya tewas dalam ledakan pada Juli yang disalahkan pada Israel, menghabiskan bertahun-tahun membangun kekuatan militer Hamas dan diyakini sebagai perancang serangan 7 Oktober 2023.
Setelah serangan tersebut, di mana militan Hamas membunuh sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 lainnya, Israel berjanji akan menghancurkan Hamas dan membunuh setiap pemimpinnya.
Dengan Sinwar di puncak daftar pencarian, kematiannya menjadi pencapaian besar bagi Israel. Para analis mengatakan pembunuhan Sinwar memberi Israel, yang berjuang untuk merumuskan strategi keluar dari Gaza, sebuah peluang untuk mengakhiri perang.
"Ini benar-benar akan menjadi 'lapisan gula di atas kue' bagi Israel," kata Nomi Bar-Yaacov, seorang rekan dari Program Keamanan Internasional di Chatham House, sebuah lembaga pemikir di London. "Ini seharusnya memudahkan untuk mencapai kesepakatan."
Dengan kematian Sinwar, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kini dapat menyampaikan kepada rakyat Israel bahwa salah satu tujuan perang telah tercapai. Secara politis, ini bisa memungkinkannya lebih fleksibel dalam menerima kesepakatan gencatan senjata yang mengakhiri perang dengan pertukaran sandera.
Langkah Israel Berikutnya
Para analis mengatakan pencapaian ini adalah sebuah pengubah permainan yang dapat menjadi kesempatan bagi Israel untuk mengisyaratkan bahwa mereka siap mengakhiri pertempuran lebih jauh di wilayah tersebut, termasuk di Lebanon, di mana Israel sedang bertempur dengan Hizbullah.
"Kemungkinan untuk mengakhiri perang sepenuhnya, serta di Lebanon, sepenuhnya berada di tangan kita," kata Giora Eiland, mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, kepada Channel 12 News Israel, sebagaimana dikutip Associated Press.
Keluarga para sandera di Gaza memiliki pesan serupa untuk Netanyahu. Sebuah kelompok yang mewakili keluarga tersebut menyambut pembunuhan Sinwar tetapi, dengan mengenali peluang yang ada, mendesak Israel untuk mengarahkan kembali upaya mereka menuju negosiasi kesepakatan.
"Netanyahu, jangan kubur para sandera. Pergilah sekarang ke negosiator dan rakyat Israel dan presentasikan inisiatif baru Israel," kata Einav Zangauker, yang putranya, Matan, ditahan di Gaza, dalam sebuah unggahan di media sosial.
Namun, Khaled Elgindy, seorang rekan senior di Middle East Institute, lembaga think tank berbasis di Washington, memperingatkan bahwa Netanyahu belum menunjukkan tanda-tanda akan mengakhiri konflik, dengan tentara Israel justru semakin memperkuat operasi mereka di utara Gaza dalam beberapa pekan terakhir.
"Perang belum berakhir," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video setelah pembunuhan tersebut.
Proses Negosiasi
Sinwar dianggap sebagai garis keras dengan hubungan erat dengan sayap bersenjata Hamas, dan dalam negosiasi gencatan senjata yang berulang dengan Israel, ia dianggap memiliki keputusan akhir atas kesepakatan apapun untuk Gaza dan pembebasan puluhan sandera Israel.
Posisi Sinwar secara langsung berlawanan dengan Israel. Dia bertahan pada tuntutannya untuk pembebasan ratusan tahanan Palestina, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, dan gencatan senjata yang langgeng - meskipun lebih dari 42.000 warga Palestina telah tewas dalam perang yang sedang berlangsung, menurut pejabat setempat, dan sebagian besar wilayah tersebut hancur.
Menurut Elgindy, kematian Sinwar kemungkinan akan memberi lebih banyak fleksibilitas dan kendali kepada kepemimpinan politik Hamas di Qatar. Ini termasuk Khalil al-Hayya dan Khaled Mashaal, dua delegasi utama Hamas dalam pembicaraan yang berlangsung berbulan-bulan.
Para pemimpin tersebut mungkin lebih responsif terhadap tekanan dari Qatar, mediator kunci yang menjadi tuan rumah bagi beberapa pemimpin Hamas teratas. Tidak seperti Sinwar, para pemimpin ini juga tidak bersembunyi di Gaza, yang dapat mempercepat kemajuan kesepakatan.
Masa Depan Hamas
Bagi Hamas, kematian Sinwar meninggalkan kekosongan besar dalam kepemimpinan kelompok militan tersebut, dengan masa depannya di Gaza dan sekitarnya yang belum jelas. Ini adalah pukulan simbolis bagi kelompok yang sudah terguncang oleh berbagai pembunuhan para pemimpin mereka.
Sebuah serangan udara Israel menewaskan Marwan Issa, wakil pemimpin sayap militer Hamas pada bulan Maret. Ismail Haniyeh, mantan pemimpin politik Hamas, dibunuh dalam ledakan di Teheran pada bulan Juli yang disalahkan pada Israel.
Kemudian pada bulan Agustus, Israel mengumumkan bahwa mereka telah membunuh Mohammed Deif, kepala militer Hamas dan otak bersama serangan 7 Oktober, dalam serangan udara. Namun, Hamas belum mengonfirmasi kematian tersebut.
Elgindy menyebut pembunuhan Sinwar sebagai "pukulan besar" bagi Hamas. Namun, dia menambahkan bahwa hal itu "tidak fatal karena semua orang bisa digantikan."
Namun, dengan begitu banyak pemimpin dan komandan yang terbunuh, pada titik ini tidak jelas siapa yang dapat menggantikan posisinya.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bos Hamas Tewas, Hizbullah Ancam Siap Balaskan Dendam ke Israel
Next Article Profil Yahya Sinwar, Pemimpin Baru Hamas-Musuh Nomor Satu Israel