Jakarta, CNBC Indonesia-Reformasi subsidi menjadi salah satu janji Presiden Prabowo Subianto di awal pemerintahan. Hal ini bahkan disampaikan secara tegas dalam pidato perdana usai pelantikan di Gedung DPR/MPR pada 20 Oktober 2024.
"Juga, semua subsidi, bantuan kepada rakyat kita yang masih dalam keadaan susah harus kita yakin subsidi-subsidi itu sampai kepada mereka yang membutuhkan," kata Prabowo.
Negara menghabiskan setidaknya lebih dari Rp300 triliun dalam setahun, termasuk kompensasi karena pemerintah menahan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. BBM menjadi komponen besar dalam subsidi selain LPG, listrik, pupuk dan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Kita harus berani meneliti, dan kalau perlu kita ubah subsidi itu harus langsung ke keluarga-keluarga yang membutuhkan," tegasnya.
Subsidi terhadap barang lazimnya tidak tepat sasaran. Siapa saja bisa menikmati subsidi tersebut secara sadar. Regulasi yang ada tidak cukup mampu membatasi penerima subsidi, sehingga dibutuhkan reformasi besar-besaran.
Perlu diketahui, ada pajak rakyat dan utang dari setiap subsidi yang dikucurkan negara. Wajib penerima adalah masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah. Seperti bantuan sosial, pihak wajib menerima berjumlah 15,5 juta orang.
Ketika peralihan dari subsidi barang menjadi subsidi orang, maka data menjadi penting untuk dibenahi. Seharusnya tidak lagi warga yang dalam kategori mampu menerima subsidi yang sering disebut bantuan langsung tunai. Prabowo memahami hal tersebut sehingga pemanfaatan teknologi akan menjadi solusi.
"Dengan teknologi digital kita akan mampu sampai subsidi itu sampai ke keluarga yang membutuhkan," kata Prabowo.
Dengan demikian, kemiskinan hingga gizi buruk yang menjadi isu sejak Indonesia merdeka bisa terselesaikan. "Kita tidak boleh aliran-aliran bantuan itu tidak sampai ke mereka yang tidak butuh itu. Saudara-saudara, anak-anak kita semua harus bisa makan bergizi minimal 1 kali sehari, dan itu akan kita lakukan, dan itu bisa kita lakukan," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah warga miskin Indonesia pada Maret 2024 masih tercatat sebanyak 25,22 juta orang dengan tingkat kemiskinan 9,03%. Angka tersebut hanya turun tipis dibandingkan Maret 2023 sebanyak 25,9 juta orang dengan tingkat kemiskinan 9,36%.
Garis Kemiskinan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp582.932,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp433.906,- (74,44%) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp149.026,- (25,56%).
Pada Maret 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,78 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.786.415,-/rumah tangga miskin/bulan
Langkah Prabowo didukung Ekonom dari Universitas Diponegoro (Undip) Wahyu Widodo. Pemanfaatan teknologi digital sangat penting untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas dari penyaluran bantuan kepada masyarakat.
Jumlah ponsel aktif di Indonesia mencapai 354 juta ponsel. Angka itu melebihi jumlah penduduk yang mencapai 280 juta orang.
"Mau tidak mau agar tercapai semua aspek-nya melalui dompet digital atau apapun namanya, dimana uangnya hanya bisa dibelanjakan untuk membeli BBM, meskipun secara teknis ini akan sangat kompleks," ucap Wahyu kepada CNBC Indonesia.
(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Prabowo Berencana Ubah Skema Subsidi di Indonesia
Next Article Siap-siap! Kebijakan Baru BBM Subsidi Meluncur 1 September 2024