Jakarta, CNBC Indonesia - Pengumuman menteri kabinet Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming, Kabinet Merah Putih, mengundang sorotan lembaga asing. Salah satunya Riset Risiko Negara & Industri BMI dari Fitch Solutions Group Ltd.
Lembaga tersebut membuat analisi berjudul 'Indonesia: New Cabinet Portends Policy Continuity, But Challenges Ahead' yang dirilis Selasa. Disebut bagaimana Prabowo melantik 109 orang dalam kabinetnya, dengan 48 menteri.
"Kabinet ini diisi oleh sekutu terdekat presiden dan merupakan kabinet terbesar sejak masa pemerintahan Presiden Suharto pada tahun 1998. Saat ini, pemerintahannya terdiri dari partai-partai yang secara kolektif menguasai hampir 82,0% kursi di parlemen," demikian laporan tersebut, dikutip Rabu (23/10/2023).
"Satu perkembangan yang perlu dicatat adalah bahwa hampir sepertiga jabatan diduduki oleh petahana dari pemerintahan mantan presiden Jokowi (2014-2024), yang dapat membantu mengendalikan preferensi Prabowo untuk kebijakan fiskal yang lebih longgar dan memastikan beberapa kesinambungan kebijakan," tambah laporan tersebut.
Laporan BMI juga menyoroti menteri-menteri petahana di kabinet Prabowo. Salah satunya Luhut Binsar Pandjaitan yang sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), ditunjuk sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional. Ada pula pengangkatan kembali Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan (Menkeu).
"Luhut mengawasi kampanye hilirisasi mineral andalan pemerintahan sebelumnya. Kembalinya dia menunjukkan bahwa pemerintahan baru akan menerapkan strategi ini ke komoditas lain, meskipun tim komoditas kami meragukannya akan sesukses itu," jelasnya.
"Pengangkatan kembali yang paling menonjol adalah Sri Mulyani Indrawati, yang menjabat dalam dua pemerintahan sebelumnya selama dua puluh tahun terakhir. Kami pikir pengangkatannya kembali sebagai menteri keuangan sebagian besar ditujukan untuk meyakinkan investor. Memang, Sri Mulyani terkenal karena kehati-hatiannya dalam mengelola keuangan, tetapi itu akan bertentangan dengan rencana ekonomi ambisius Prabowo. Prabowo mengatakan ia ingin mencapai pertumbuhan PDB sebesar 8,0%," terangnya.
Namun, menurut laporan itu, target tersebut jauh di atas estimasi kami mengenai potensi pertumbuhan, yang mendekati 5,0%. Dengan kata lain, kebijakan moneter dan fiskal harus jauh lebih longgar daripada saat ini untuk mencapai target pertumbuhannya.
"Hal itu akan membantu menjelaskan dorongannya untuk meningkatkan rasio utang publik terhadap PDB dari 40,0% menjadi 50,0%. Yang pasti, kami tidak berpikir bahwa Prabowo akan berhasil menghapus batas defisit anggaran 3,0%. diamanatkan oleh konstitusi. Selain itu, rekam jejak Sri Mulyani menunjukkan bahwa dia mungkin tidak sepenuhnya setuju dengan rencana Presiden," imbuh laporan tersebut.
"Tidak jelas bagi kami bagaimana keduanya akan menyelesaikan perbedaan mereka dalam masalah ini, dan ketidaksepakatan yang berkelanjutan akan membebani pembuatan kebijakan sepanjang masa jabatan presiden berikutnya hingga 2029," tambahnya.
Kabinet Akan Sulit Diatur?
BMI juga menyoroti perluasan anggota kabinet Prabowo kemungkinan terbukti akan sulit diatur. Sebagai perbandingan, pendahulu Prabowo, Jokowi, mengelola kabinet dengan hanya 34 menteri dan 30 wakil menteri, sedikit lebih dari setengah jumlah pemerintahan saat ini.
"Desakan Prabowo pada pemerintahan persatuan akan memaksanya untuk lebih banyak berkompromi pada kebijakan daripada yang seharusnya dan mempersulit pembuatan kebijakan. Oleh karena itu, kabinet yang diperluas memberi tahu - Prabowo mungkin harus melakukannya untuk memastikan semua partai lain menyetujui pemerintahan persatuannya. Dan karena kabinet yang lebih besar menyiratkan layanan sipil yang lebih besar, akan ada lebih banyak birokrasi, yang dapat menghambat implementasi kebijakan," jelas laporan tersebut.
Selain itu, pada pemilu berikutnya, yang akan diselenggarakan pada tahun 2029, Prabowo disebut kemungkinab akan menghadapi penantang untuk jabatan teratas dari dalam pemerintahannya. "Dan itu akan sangat membebani persatuan koalisi," tambahnya.
"Tantangan-tantangan ini akan muncul sebagai tambahan atas tantangan-tantangan yang telah kami soroti sebelumnya, seperti potensi keretakan antara Prabowo di satu sisi dan wakil presiden Gibran dan ayahnya, mantan presiden Jokowi di sisi lain. Singkatnya, pilihan-pilihan Prabowo telah memberinya awal masa jabatan yang lebih menantang daripada yang mungkin dihadapi pendahulunya," tutup laporan tersebut.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kabinet "Gemuk" Prabowo, Efektif Atau Boros Anggaran?
Next Article Ditanya Jadi Menkes Prabowo, Ini Respons Silmy Karim