Jakarta, CNBC Indonesia - Penasihat Presiden Bidang Energi Kabinet Merah Putih, Purnomo Yusgiantoro, mengungkapkan ada sumber energi bersih yang bisa menggantikan energi fosil, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia.
Purnomo yang baru saja dilantik sebagai Penasihat Presiden oleh Presiden RI Prabowo Subianto hari ini, Selasa (22/10/2024), mengungkapkan bahwa Indonesia sejatinya bisa mengembangkan sumber energi dari bahan nabati seperti bioetanol dan biodiesel.
Salah satu negara yang dinilai bisa dicontoh oleh Indonesia adalah Brasil. Namun, dia menegaskan kesuksesan Brasil, khususnya dalam mengembangkan bioetanol, tidak lain karena Brasil tidak memiliki sumber energi fosil seperti minyak mentah untuk bisa dimanfaatkan di negara tersebut.
"Kita mestinya belajar dari Brasil, Brasil itu (pengembangan) etanol bagus. Tapi ingat, pada waktu etanol dikembangkan di Brasil karena Brasil nggak ada minyak waktu itu. Jadi dia terpaksa tergantung dari energinya tebu (menjadi) etanol, kembangin bioetanol sukses," jelas Purnomo saat ditemui di sela acara Seminar Publik Centre For Science and International Studies (CSIS), di Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Berbeda kondisi dengan Brasil, Indonesia sendiri di masa lampau terhitung masih memiliki sumber daya minyak yang mumpuni. Namun seiring waktu berlalu, Purnomo mengatakan bahwa tingkat kebutuhan Indonesia akan energi terus meningkat. Dengan begitu, Indonesia dinilai perlu mengembangkan sumber energi lain, salah satunya melalui bioetanol dan biodiesel.
"Tetapi sekarang kita harus sadar demand side management, biodiesel itu kan bertahap dulu mulai zaman kita, tahun 2007, B0, B5, tapi kan nggak bisa cepat-cepat ya, B7 sekarang B35, mudah-mudahan bisa naik ke B40," ungkapnya.
Hal yang perlu diperhatikan lainnya, lanjut Purnomo, adalah ketersediaan lahan untuk pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN), termasuk biodiesel dan bioetanol, di Indonesia. Dia menegaskan bahwa sisi nilai keekonomian dari sumber BBN tersebut juga perlu diperhatikan untuk bisa menggantikan minyak di dalam negeri.
"Tapi di sisi lain kan mesti ada lahannya, lahan yang bisa dikembangkan. Di sisi lain lagi, kan ini kalau pilihannya kan kalau itu bisa untuk CPO (minyak sawit) dan untuk yang lain-lain, ini ujung-ujungnya bagaimana keekonomiannya, makanya kalau ada biodiesel, memungkinkan nggak dengan (pengembangan) bioetanol, atau diesel diganti gas, gas kita masih cukup bagus," imbuhnya.
Pengembangan Bioetanol dan Biodiesel di Indonesia
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi sempat menyebut bahwa pihaknya sudah melakukan uji coba pemakaian B40 untuk sektor otomotif. Di tahun ini, pemakaian B40 sedang dilakukan uji coba untuk sektor non otomotif.
Hasilnya, kata Eniya, tidak tidak ada yang signifikan dibandingkan dengan B35. Pemerintah pun menargetkan pada 1 Januari 2025 mulai menerapkan mandatori pencampuran biodiesel 40% atau B40.
"Jadi dari daya maksimum kendaraan itu sama, lalu pemakaian B40 dengan kondisi B30 dan D10 itu tidak berdampak signifikan pada perubahan massa, volume, dimensi atau karet dalam materialnya itu tidak ada," ungkap Eniya dalam Special Dialogue Apkasindo Strategi Meningkatkan Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia Melalui Hilirisasi, Kamis (6/6/2024).
Bahkan, kata Eniya, pihaknya sudah memulai uji coba pemakaian B40 di sektor alat berat dan juga perkeretaapian dan angkutan laut. Di mana komposisinya B40 sebanyak 40% dan ada factor komposisi lain yaitu biodiesel 35% tetapi ditambah D5 dan B30 dengan D10.
"Nah ini kita tunggu hasilnya sampai dengan Desember. Untuk hasilnya kita harapkan segera bisa direalisasikan. Sehingga tahun depan bisa siap untuk all sektor pemakaian B40," tandas Eniya.
Perihal bioetanol, Eniya juga mengatakan pihaknya masih berdiskusi mengenai program campuran bioetanol untuk BBM, apakah dimulai dari 2,5% dulu atau 5%.
"Nah ini akan kita akselerasi, sedang dibahas ya, apakah goes to Bioetanol 5% atau E5 (Ethanol 5%) dulu, atau goes to Bioetanol 2,5% dulu, mungkin Pertamina sedang diskusi untuk hal ini, karena resource kita yang menyediakan bioetanol itu tidak banyak," kata dia dalam acara Green Economy Expo: Advancing Technology, Innovation and Circularity, dikutip Senin (8/7/2024).
Eniya membeberkan dari 13 industri bioetanol yang ada saat ini, setidaknya hanya 2 industri yang baru memenuhi kriteria untuk bisa masuk sebagai fuel grade.
"Nah ini kita ingin akselerasi industri juga, dari 13 industri bioetanol yang ada, hanya dua yang memenuhi kriteria untuk bisa masuk sebagai fuel grid, yang lain adalah food grade," kata dia.
(wia)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Lifting Minyak 10 Tahun Jokowi Terus Turun, Apa Masalahnya?
Next Article Sebelum Setop Impor BBM, Prabowo Perlu Perhatikan Isu Ini