Puncak Emisi Karbon RI Diramal Baru Terjadi pada 2035

1 day ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia -Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) 2020-2024, Satya Widya Yudha mengatakan bahwa masalah mendasar Indonesia adalah energy security. Oleh karena itu affordability di energi akan menjadi faktor yang menentukan, apalagi puncak emisi karbon di Indonesia akan terjadi pada 2035.

"Kita akan secara berkala melakukan transisi energi dan masih ada PLTU hingga 2026,Jadi 2035 baru kita anggap itu puncak (peak), dengan mempertimbangkan beberapa PLTU yang setelah dia menerima peak, sudah menjadi peak baru kita hitung turun. Bagaimana kita mau disuruh turun kalau kita peak-nya aja gak pernah tahu. Kalau negara maju, dia sudah peak tahun 1971," ungkap Satya, dalam acara Special Dialogue Swasembada Energi CNBC Indonesia, dikutip Kamis (20/2/2025).

Kayak di Eropa tuh tahun 1971 mereka udah peak emission. Oleh karena itu negara-negara Eropa lebih mudah dalam memutuskan. Sementara menurut Satya, di Indonesia di dalam beberapa diskusi itu selalu dilihat apakah ini fair apa enggak sih, padahal intensitas emisi Indonesia per kapita ternyata cuma 3 juta ton.Sementara Amerika Serikat itu 12-13 juta ton.

"Padahal intensitas daripada emisi per kapita kita tidak sehebat negara maju. Kita pun di tengah-tengah seperti itu, kita masih menginginkan kita peak dan kita turun dengan net zero emission tahun 2060," kata Satya.

Satya juga menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara climate change believer, bukan climate change denier seperti Amerika Serikat (AS). Satya mengatakan hal itu dibuktikan dengan adanya Nationally Determined Contributions (NDC).

"Kita sudah commit 2030 menurunkan sampai 446 juta ton atau 330 sekian juta ton kalau tanpa bantuan internasional," kata Satya.

Oleh karena itu, Satya menegaskan bahwa di dalam menuju kepada pemenuhan penurunan daripada emisi karbon appetite-nya di sektor energi antara lain, renewables dan clean fossil.

Untuk diketahui,Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang memerintahkan Amerika Serikat untuk kembali menarik diri dari Perjanijan Iklim Paris (Paris Agreement), yang bertujuan membatasi pemanasan global jangka panjang.

Langkah ini, yang diambil hanya beberapa jam setelah ia dilantik untuk masa jabatan kedua, Senin (20/1/2025), menandai jarak yang makin besar antara AS dan sekutu terdekatnya dalam upaya global melawan perubahan iklim.


(dpu/dpu)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Strategi Kelistrikan Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8%

Next Article Riset Binus Sebut Hilirisasi RI Jadi Inspirasi Negara Asia & Afrika

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|