Efek Domino Kejatuhan Assad di Suriah, Momen Kebangkitan Radikalisme?

3 weeks ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Keruntuhan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad disebut telah menghancurkan jaringan pengaruh Iran di Timur Tengah. Tak hanya itu, Israel, Amerika Serikat, dan negara-negara Arab juga harus menghadapi risiko ketidakstabilan di kawasan tersebut.

Melansir Reuters pada Rabu (11/12/2024), kepergian Assad menghancurkan poros pengaruh yang sangat penting, mengikis kemampuan Iran untuk memproyeksikan kekuatan dan mempertahankan jaringan kelompok milisinya di seluruh Timur Tengah, khususnya kepada sekutunya Hizbullah di Lebanon.

Seorang pejabat senior Iran mengatakan mereka telah membuka jalur komunikasi langsung dengan para pemberontak dalam upaya untuk "mencegah lintasan permusuhan".

Teheran sendiri disebut khawatir tentang bagaimana perubahan kekuasaan di Damaskus akan memengaruhi pengaruh Iran di Suriah, yang menjadi kunci pengaruh regionalnya.

Beberapa jam setelah jatuhnya Assad, Iran mengatakan pihaknya mengharapkan hubungan dengan Damaskus akan terus berlanjut berdasarkan "pendekatan yang berpandangan jauh ke depan dan bijaksana". Teheran juga menyerukan pembentukan pemerintahan inklusif yang mewakili semua segmen masyarakat Suriah.

"Kekhawatiran utama bagi Iran adalah apakah penerus Assad akan mendorong Suriah menjauh dari orbit Teheran," kata pejabat Iran lainnya. "Itu adalah skenario yang ingin dihindari Iran."

Di sisi lain, negara-negara Barat dan Arab khawatir bahwa koalisi pemberontak yang dipimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mungkin berusaha mengganti rezim Assad dengan pemerintahan Islam garis keras, atau pemerintahan yang kurang mampu atau cenderung mencegah kebangkitan kekuatan radikal.

"Ada ketakutan kuat di dalam dan luar wilayah tersebut akan kekosongan kekuasaan yang mungkin disebabkan oleh keruntuhan mendadak Assad," kata Abdelaziz al-Sager, direktur Gulf Research Center, sebuah lembaga pemikir yang berfokus pada Timur Tengah. Ia mengutip perang saudara yang terjadi setelah penggulingan presiden Irak Saddam Hussein pada tahun 2003 dan diktator Libya Muammar Gaddafi pada 2011.

Seorang diplomat senior Barat di wilayah tersebut, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan, dengan pasukan pemberontak yang terpecah-pecah, tidak ada rencana tentang bagaimana memerintah Suriah, sebuah negara kompleks yang terbagi menjadi berbagai sekte dan kelompok etnis, masing-masing dengan basis kekuatan regionalnya sendiri.

Diplomat senior tersebut mengungkapkan kekhawatiran bahwa pelanggaran hukum di Suriah dapat memungkinkan berkembangnya kelompok-kelompok ekstremis seperti ISIS, yang pada tahun 2014 melanda sebagian besar wilayah Suriah dan Irak dan mendirikan Kekhalifahan Islam sebelum diusir oleh koalisi pimpinan AS pada tahun 2019.

Presiden AS Joe Biden pada Minggu menyambut baik penggulingan Assad dan mengatakan bahwa ia harus "bertanggung jawab" atas pemerintahannya yang lalim, tetapi ia memperingatkan bahwa kepergiannya merupakan momen "risiko dan ketidakpastian". Pasukan AS pada hari Minggu melakukan lusinan serangan di Suriah terhadap ISIS untuk mencegahnya bangkit kembali.

Kecepatan penggulingan Assad, hanya dua minggu sejak serangan pemberontak dimulai, mengejutkan banyak orang di Gedung Putih. Seorang pejabat senior AS mengatakan Washington sekarang mencari cara untuk berkomunikasi dengan semua kelompok pemberontak, bukan hanya HTS.

Sejauh ini, Washington sebagian besar telah memberikan dukungannya di belakang kelompok-kelompok Kurdi Suriah, seperti Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang wilayah kendalinya berada di timur laut Suriah.

Namun, kelompok-kelompok ini berkonflik dengan salah satu faksi pemberontak utama yang menang, Tentara Nasional Suriah (SNA), yang didukung oleh pialang kekuasaan regional, Turki, yang menentang pengaruh Kurdi.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Netanyahu Perintahkan Pasukan Rebut Perbatasan Israel-Suriah

Next Article Profil HTS, Pemberontak yang Kuasai Suriah & Bikin Presiden Assad Lari

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|