Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan kelanjutan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) US$ 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri setelah 31 Desember 2024 ini akan diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih mengkaji perihal kelanjutan dari kebijakan tersebut.
Dia menyebutkan pihaknya masih harus melaporkan hasil dari kajiannya kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
"Ini kita lihat dulu, nanti akan dilaporkan ke Presiden terlebih dulu. Pak Menteri akan lakukan pembahasan dan juga lapor sama Presiden," jelasnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (13/12/2024).
Dia mengatakan, pihaknya masih mengkaji antara ketersediaan pasokan gas dan juga kebutuhan gas untuk industri.
"Itu masih dalam evaluasi. Seharusnya memberikan kepastian kepada pelaku usahanya itu seharusnya berlanjut. Itu lagi dibahas antara internal ketersediaan dengan kebutuhan industri," tambahnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa Indonesia masih menyimpan potensi gas bumi yang cukup besar untuk dikembangkan. Apalagi, belakangan ini banyak dijumpai temuan baru berupa sumber gas.
Oleh sebab itu, ia pun menekankan pentingnya gas sebagai sumber energi utama dalam negeri. Mengingat, gas dapat digunakan untuk pembangkit listrik, industri, kendaraan, hingga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).
"Gas juga sekarang dimanfaatkan, kalau secara jumlah ini paling atas, dimanfaatkan untuk industri. Sebagian besar ini diberikan harga khusus atau yang dikenal dengan harga gas tertentu, HGBT, dan ini sekarang kebijakannya juga sedang dikaji untuk dilanjutkan," kata Dadan.
Menurut Dadan, dengan pemberlakuan HGBT, diharapkan pemerintah dapat mendorong dua hal positif sekaligus. Satu sisi keekonomian semakin membaik, sementara dari sisi emisi juga akan berkurang.
"Sehingga kita bisa mendorong dari dua sisi, satu keekonomiannya semakin baik, karena memang ada insentif dari sisi politik terkait harga, dan juga dari sisi emisi ini juga menjadi berkurang," ujarnya.
(wia)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bangun Pabrik LPG 2 Juta Ton Demi Tekan Impor, RI Sudah Siap?
Next Article Enam Proyek Lapangan Minyak Baru RI Bakal Mengalir hingga 2028