Jakarta, CNBC Indonesia - Asian Development Bank (ADB) masih konsisten memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 5,0% pada 2024 sampai dengan 2025. Ini berdasarkan perkiraan terbaru ADB dalam kajian bertajuk Asian Development Outlook (ADO) edisi Desember 2024.
Perkiraan itu lebih pesimis bila dibandingkan proyeksi lembaga dunia lain, seperti IMF dan Bank Dunia atau World Bank yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi malah akan naik, dari proyeksi 2024 sebesar 5,0% menjadi 5,1% pada 2025.
Selain itu, proyeksi terbaru ini juga tidak berubah dari perkiraan sebelumnya pada September 2024. Padahal untuk negara tetangga Indonesia lainnya, seperti Vietnam mengalami perubahan proyeksi dari September 6% menjadi 6,4%, dan 2025 naik pesat dari sebelumnya diperkirakan hanya 6,2% menjadi hanya 6,6%.
"Proyeksi pertumbuhan dari kita untuk Indonesia sebesar 5,0% untuk tahun 2024 dan 2025. Itu proyeksi terbaru kita," kata ADB Country Director for Indonesia Jiro Tominaga di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Proyeksi pertumbuhan ekonomi itu masih didasari oleh tren konsumsi rumah tangga yang masih kuat, belanja infrastruktur publik yang masih akan masif atau besar dari pemerintah, dan investasi yang membaik secara bertahap.
Sementara itu, dari sisi ekspor neto ADB memperkirakan kontribusinya akan sedikit ke PDB karena mulai menguatnya pertumbuhan impor, didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi domestik.
ADB juga menganggap. pemilihan daerah masih memberikan dukungan untuk pertumbuhan pada kuartal IV-2024.
Selain itu, keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin menjadi 6,0% pada bulan September juga akan memiliki dampak untuk mendukung pertumbuhan ekonomi stabil di level 5%.
Meski begitu, Jiro mengingatkan, aktivitas pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berisiko terhadap tekanan eksternal, terutama yang dipicu oleh kebijakan AS di bawah administrasi pemerintahan Presiden Donald Trump.
"Risiko itu datang dari berbagai saluran, tentu saja, tentang masalah perdagangan dan juga banyak, volatilitas bisa datang dari pasar keuangan seperti yang terjadi secara historis dalam ekonomi Indonesia, tetapi juga pada saat yang sama tentang sisi mata uang, apresiasi tentang bagaimana mempertahankan stabilitas rupiah," ucap Jiro.
"Dalam hal berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi, seperti suku bunga yang lebih tinggi di AS, misalnya. Jadi itu akan menjadi sisi risiko," tegasnya.
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Sri Mulyani Sebut APBN Tekor Rp401 Triliun di November 2024
Next Article ADB Ramal Ekonomi Asia Melesat 2024, Indonesia Stagnan